Datangi Peradi Surabaya, Warga Lamongan Adukan Dugaan Pemalsuan Dokumen Oknum Pengacara

Ngambri Sudipo (kiri) didampingi H I Ketut Sudiharsa, SH selaku penasehat hukumnya saat mendatangi DPC Peradi Surabaya/RMOLJatim
Ngambri Sudipo (kiri) didampingi H I Ketut Sudiharsa, SH selaku penasehat hukumnya saat mendatangi DPC Peradi Surabaya/RMOLJatim

Sekira pukul 10.00 WIB, Jumat (4/6), warga Dusun Ngigas, Desa Mojodadi, Kecamatan Kedungpring, Kabupaten Lamongan mendatangi  Kantor DPC Peradi Surabaya di Jalan Dukuh Kupang Barat, Surabaya. 


Ngambri Sudipo didampingi H I Ketut Sudiharsa, SH selaku penasehat hukumnya, mengadukan dugaan pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh oknum pengacara berinisial EY.

"Dia (EY) adalah mantan kuasa hukum saya saat menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Lamongan terkait sengketa tanah," jelas lelaki berusia 53 tahun ini kepada Kantor Berita RMOLJatim.

Lebih lanjut, Ngambri menjelaskan, di Pengadilan Negeri Lamongan ia menang atas gugatan yang dilayangkan PT Karya Usaha Mandiri Pratama. Dirinya mengaku tidak mengetahui jika pengembang melanjutkan proses hukum ke tingkat banding, bahkan hingga PK.

Warga Dusun Ngigas ini juga mengaku tidak pernah menunjuk EY untuk mewakilinya di tingkat peradilan lebih tinggi. Akan tetapi, EY melanjutkan proses persidangan hingga tingkat PK, mengatasnamakan sebagai kuasa hukum Ngambri.

"Padahal saya tidak tahu dan tidak pernah menunjuknya sebagai kuasa hukum. Dia palsukan tanda tangan saya," ucapnya.

Dirinya baru mengetahui perkara tersebut berlanjut hingga Peninjauan Kembali (PK) saat EY datang ke rumahnya meminta uang Rp 350 juta. EY mengatakan uang tersebut untuk mengambil salinan putusan PK  Karena ketidaktahuan, Ngambri pun menurut saja dan memberikan uang Rp 350 juta.

Ia mengaku kaget saat mengetahui ternyata perkara tersebut berlanjut hingga tingkat PK. Ngambri semakin kaget saat tahu dirinya kalah.

"Padahal saya tidak pernah memberikan kuasa kepada EY. Makanya saya datang ke Peradi untuk mengadukan EY karena melanggar kode etik advokat," ujarnya.

Ngambri mengaku telah melaporkan EY ke Polres Lamongan. Namun belum juga ada tindak lanjut dari aparat kepolisian. Ia mengadukan perkara tersebut ke Peradi dengan harapan ada sanksi yang dijatuhkan, yang kemungkinan bisa menjadi penguat laporannya di Polres Lamongan.

Sementara itu, I Ketut Sudiharsa selaku penasehat hukum Ngambri, mengatakan oknum pengacara EY diadukan karena nelanggar kode etik.

"Sudah dilaporkan ke Polda Jatim dan dilimpahkan ke Polres Lamongan," jelasnya.

Lelaki berkacamata ini berharap dengan adanya pengaduan ini, pihak yang diadukan bisa mendapat hukuman yang pantas.

"Saya harap ini segera ditindaklanjuti, dan ini juga menjadi pelajaran atau pencerahan terhadap pengacara lain agar tidak melanggar kode etik," demikian Ketut.

Kejadian ini bermula saat Ngambiri membeli enam bidang tanah pekarangan senilai Rp 1 miliar lebih kepada Irfan Susanto. Proses jual belinya sudah sah, sertifikat tanahnya juga sudah ada di tangan Ngambri atas nama Irfan Susanto.

Namun tak lama setelah itu, tanah yang dibeli Ngambri diklaim pemilik PT Karya Usaha Mandiri Pratama, yang merupakan seorang pengembang. Usut punya usut, Irfan Susanto merupakan orang kepercayaan pemilik PT Karya Usaha Mandiri Pratama.

Menurut Ngambri, pengembang ini mengaku uang dari hasil jual beli tanah itu tidak diberikan oleh Irfan Susanto.

Ngambri enggan melepaskan tanahnya kepada pengembang karena merasa proses jual beli yang dilalui sudah sah. Tidak terima, pengembang pun menggugat ke PN Lamongan untuk mewakili di persidangan Ngambri menunjuk EY sebagai kuasa hukumnya dalam persidangan.

Ngambri mengaku, di PN Lamongan dirinya menang atas gugatan yang dilayangkan PT Karya Usaha Mandiri Pratama. Ia mengaku tidak mengetahui jika pengembang melanjutkan proses hukum ke tingkat banding, bahkan hingga PK.

Ngambri juga mengaku tidak pernah menunjuk EY untuk mewakilinya di tingkat peradilan lebih tinggi. Namun ternyata, EY melanjutkan proses persidangan hingga tingkat PK, mengatasnamakan sebagai kuasa hukum Ngambri, padahal dia tidak tahu dan tidak pernah menunjuk EY sebagai kuasa hukum.