Penuhi Janji Politik, Nasdem Dorong Revisi Sistem Pendidikan Kedokteran

Webinar bertema ‘Restorasi Humanisme Pendidikan Kedokteran’ di Kantor DPW Partai NasDem Jatim/ RMOLJatim
Webinar bertema ‘Restorasi Humanisme Pendidikan Kedokteran’ di Kantor DPW Partai NasDem Jatim/ RMOLJatim

Partai NasDem memenuhi janji politiknya untuk terus mendorong revisi Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Kedokteran (UU Dikdok). Ini karena dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.


Dorongan tersebut makin menguat melalui giat webinar mengundang para pakar kesehatan dan ahli hukum kesehatan dalam puncak rangkaian acara ‘Restorasi Humanisme Pendidikan Kedokteran’ di Kantor DPW Partai NasDem Jatim, Selasa (8/6). 

Revisi UU Pendidikan Kedokteran telah diperjuangkan sejak 2014-2019 dan menjadi janji politik Partai NasDem.

Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang (Panja RUU) Pendidikan Kedokteran, Willy Aditya menjelaskan betapa urgensinya revisi UU Dikdok tersebut.

Pihaknya menerima masukan perubahan UU ini untuk memperbaiki sistem pendidikan kedokteran dan menciptakan kelulusan dokter andal di mata internasional, menggabungkan spirit kemajuan revolusi industri 4.0.

Apalagi, Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) membuka peluang bagi dokter impor masuk ke dalam negeri. Oleh karena itu kompetensi pendidikan dalam negeri harus dibenahi. “Kita berinisiatif memperjuangkan,” kata Willy, dikutip Kantor Berita RMOLJatim.

Agar tidak ada anggapan bahwa RUU Dikdok merupakan produk partai politik, Willy Aditya membuka ruang diskusi dengan para pakar kesehatan, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dan Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI), pakar hukum kesehatan dan kalangan akademisi untuk menemukan titik temu bersama. Melalui momentum diskusi revisi UU ini juga diharapkan menjadi medium untuk saling koreksi agar tidak menjadi ego sektoral.

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI sekaligus Anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem tersebut menambahkan, isu utama adalah restorasi humanisme.

UU Pendidikan Kedokteran Nomor 20 Tahun 2013 dinilai memberi legitimasi atas formal dan panjangnya masa pendidikan hingga legalitas profesi seorang dokter.

Sejumlah aturan yang dikandungnya menunjukkan panjangnya birokrasi yang berbanding lurus dengan tingginya biaya yang harus dikeluarkan. Ribuan calon dokter tidak dapat menjalankan profesinya akibat terjegal syarat legal formal.

Belum lagi kompetensi dalam Fakultas Kedokteran (FK), Fakultas Kedokteran Gigi, seleksi calon mahasiswa, pembiayaan pendidikan kedokteran, standar kompetensi dokter, dokter magang, uji kompetensi, adaptasi, pengembangan pendidikan keprofesian berkelanjutan, ijazah, sertifikasi, kompetensi, sertifikasi profesi, organisasi profesi, konsul kedokteran Indonesia, dokter layanan primer dan distribusi dokter.

Dia menyebutkan terdapat beberapa kelemahan dalam UU Dikdok, sehingga perlu ada perubahan secara fundamental terhadap UU tersebut. Saat ini proses penggodokan di DPR RI sudah dalam tahap penyusunan draft RUU.

Pada kesempatan tersebut, Pakar Hukum Kesehatan, dr H.M Nasser mengungkapkan beberapa substansi yang perlu direvisi. Antara lain kurikulum pendidikan kedokteran. “Kurikulum ini sangat penting, kurikulum tidak diatur oleh UU kita sehingga menjadi masalah besar bagi kita,” katanya.

Nasser juga menyetujui restorasi humanisme pendidikan kedokteran. Karena restorasi ini sangat penting. Dia juga mengapresiasi Partai NasDem Jatim yang telah peduli pada restorasi humanisme pendidikan kedokteran. “Perubahan UU Dikdok memberikan harapan dan masa depan bagi tenaga kesehatan Indonesia,” terangnya.

Ketua Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia (AFKDOGI) drg Rahardyan Parnaadji turut menjadi pembicara. Ia membeberkan pendidikan kedokteran perlu menghasilkan lulusan kompetitif untuk menghasilkan restorasi pendidikan kedokteran yang humanis. “Ada beberapa isu strategis yang harus dijelaskan dalam Undang-Undang,” tandasnya. Isu strategis tersebut meliputi peningkatan kompetensi dan sebagainya.

Saat ini untuk melaksanakan pendidikan kedokteran masih mengacu pada UU Dikdok Tahun 2013 dengan aturan turunan Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 dan Permenristekdikti Nomor 18 Tahun 2018. “Di mana dalam pendidikan itu harus menghasilkan standar pendidikan akademik dan pendidikan profesi. Itulah yang menjadi tanggung jawab dan ini payung hukumnya itu memang harus diperjelas untuk penyesuaiannya,” katanya.

Sementara itu, Ketua PB IDI Jatim dr Sutrisno menegaskan, pendidikan dokter adalah pendidikan spesifik. Terkait biaya masuk fakultas pendidikan kedokteran yang mahal, ia menilai hal ini akan terus terjadi sampai pemerintah bisa menyediakan sarana prasarana yang memadai.