Popularitas Airlangga Terus Naik, Golkar: Fokus Dulu Tangani Covid-19 

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto/Net
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto/Net

Survei SMRC yang dirilis Minggu, (13/6) menyebutkan popularitas Airlangga mengalami kenaikan dari 26 persen pada Maret 2021, menjadi 28 persen pada Mei 2021.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Nurul Arifin menanggapi hasil survei tersebut.

Nurul mengatakan saat ini partainya baru melakukan pemanasan saja jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

"Kami baru pemanasan, belum 100 persen _all out_, karena yang tadi kami sebutkan bahwa kami menjaga betul mandat dan tugas Bapak Ketua Umum kami ini sebagai Menko Perekonomian supaya fokusnya tidak berubah,” ujar Nurul dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (13/6).

Menurutnya, target Airlangga saat ini masih menyelesaikan Vaksinasi Covid-19 dulu sesuai dengan target, kemudian pemulihan ekonomi.

Baru setelah itu tercapai Partai Golkar akan lebih serius untuk menggarap dan mensosialisasikan Airlangga sebagai Capres.

"Jadi kita juga pelan-pelan namun pasti ya, mulai dengan sosialisasi untuk kenaikan popularitas, dan hasilnya di survei internal kita rasakan kenaikan angka popularitas dan diamini oleh hasil survei SMRC," katanyaz

Hal lain yang menurut Nurul menarik adalah skor popularitas dan hubungan tahu dan suka.

"Saya lihat popularitas ketua umum kami meningkat, yang tahu itu ada 28 persen dan yang suka 44 persen," ujarnya.

Sementara kandidat lain ada yang popularitas sudah tinggi, tapi elektabilitas stagnan tidak berubah-ubah, dan angka kesukaannya dari responden yang kenal rendah, yang menunjukkan adanya resistensi sebagian publik.

"Mungkin dari sisa-sisa Pilpres tahun 2019 yang menyisakan polarisasi yang sangat tidak enak itu. Jadi yang tadi stagnan itu, menunjukkan resistensi akibat polarisasi dan politik identitas yang dulu dimainkan," terangnya.

Selain itu, kata Nurul, partainya juga optimis tetap akan mampu mengusung Airlangga sebagai Capres.

Argumentasi Nurul Arifin, kandidat lain yang memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi banyak yang berpotensi tidak bisa maju karena tidak berpartai.

“Kuncinya adalah bahwa setiap calon layaknya harus mempunyai partai politik karena partai politik ini adalah dukungan yang riil, signifikan, dan sistematis secara struktur mulai dari pusat hingga ke daerah,” tandasnya.