Soal Haji, Mari Cari Solusi

Pelaksanaan ibadah haji tahun 2020/ Net
Pelaksanaan ibadah haji tahun 2020/ Net

KEMENAG ambil keputusan dan sudah diumumkan, haji batal. Kok mendadak dan tergesa-gesa? Kenapa tidak menunggu keputusan Arab Saudi dulu?

Ini hanya soal komunikasi. Idealnya, komunikasikan dulu ke publik. Sebar data-data terkait haji. Kalau berangkat, apa risikonya. Kalau nggak berangkat, apa dampaknya. Dua-empat minggu cukup. Sambil nunggu keputusan Arab Saudi. Baru umumkan batal.

Akibat pembatalan yang terkesan mendadak ini membuat calon jemaah haji gusar. Yang nggak daftar haji pun ikut meramaikan suasana. Gaduh! 

Jangan-jangan uangnya sudah habis? Jangan-jangan ludes buat infrastruktur? Jangan-jangan buat bayar bunga hutang negara? Jangan-jangan... Jangan-jangan... 

Isu jadi liar. Haji dibatalkan, larinya ke keuangan. Pengelolaan dana haji dicurigai. Dipertanyakan, dan dibongkar-bongkar. 

Bersyukur, pekan lalu Arab Saudi sudah umumkan: hanya buka kuota 60.000 jemaah haji tahun ini. Hanya untuk warga Arab Saudi dan ekspatriat. Sampai disini, polemik pembatalan haji oleh Kemenag meredup. Tapi, soal cara komunikasi publiknya harus tetap dievaluasi. 

Terkait pembatalan mendadak dan lari ke sektor pembiayaan, tetap harus diambil hikmahnya. Jadi momentum untuk membaca data yang selama ini kurang diperhatikan calon jemaah. Kesadaran akan informasi penting agar calon jemaah haji tidak was-was. Tidak mendapat informasi dari pihak yang salah. Tenang, dan ada kepastian akan berangkat tanpa ada kendala apapun, termasuk keuangan. 

Batal haji itu urusan Kemenag. Otoritasnya ada di Menteri Agama. Karena isunya melebar ke dana haji, maka "mau tidak mau" BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) harus turun gunung. Memberikan klarifikasi, dan membuka semua hal terkait dengan pengelolaan dana haji. 

Setiap pertanyaan publik harus dijawab. Tujuannya satu: transparansi! Dan Anggito Abimanyu dengan semua jajarannya di BPKH melayani pertanyaan itu. Repot, pasti. Itu tanggung jawab yang harus ditunaikan. 

Setelah dibuka, ada yang terima, ada juga yang masih terus bertanya dan mempertanyakan. Ini bagian dari dinamika. Publik berharap, Anggito dkk tidak lelah. Dan nampaknya masih terus bersemangat. 

Saat ini, BPKH telah meminta kepada BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) untuk membuka hasil audit keuangan BPKH. Ini langkah yang layak diapresiasi. Buka semuanya, setransparan mungkin, supaya tak lagi ada yang mempertanyakan. Clear! 

Inti dari klarifikasi itu adalah supaya masyarakat, terutama calon jemaah haji tahu berapa total dana yang dikelola, kemana investasinya, bagaimana tingkat keamanannya, apakah pengelolaannya sesuai dengan syari'at sehingga dana itu halal. 

Sesuai amanah UU, dana haji harus diinvestasikan di usaha yang halal dan aman. Dan beberapa kali BPKH memberikan keterangan lisan maupun tertulis bahwa dana haji diinvestasikan diantaranya melalui Sukuk dan didepositokan di perbankan syari'ah.

Dalam kondisi normal, Sukuk dan deposito aman. Ada yang khawatir: "kalau nanti terjadi kredit macet bagaimana?" Ada LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). LPS yang nanggung. "Dana LPS sekarang aja di-sukuk-an, gimana bisa nanggung?" lagi-lagi dipertanyakan. 

Di dunia ini, kalau ingin aman sepenuhnya, memang tidak ada tempat. Setiap usaha pasti ada risikonya. Nggak usaha aja ada risikonya. BPKH, seperti yang berulangkali diinformasikan, melakukan investasi di usaha yang low risk. Risiko kecil, meski return juga kecil. 

Kenapa tidak ke kelapa sawit, infrastruktur atau bangun ibu kota baru? Bukannya ini proyek besar, untungnya juga besar? Biar ongkos haji makin murah, karena bersubsidi dari hasil kelola dana haji? Itu usaha high risk. Potensi untung besar, tapi risiko besar. Bahaya! Tapi, boleh juga dijadikan masukan. Semua masukan mesti ditampung. 

Ada yang menyoal Sukuk dan deposito. Dana diserahkan ke bank. Siapa yang menjamin bahwa dana itu tidak dipakai oleh bank untuk membiayai usaha-usaha yang haram? 

Memang, kalau sudah masuk keranjang perbankan, dana bisa tidak terkontrol penggunaannya. Dan disini, BPKH tidak lagi punya kewenangan. Otoritasnya ada di perbankan. Full! 

Sampai disini, dialog dan masukan dibutuhkan. Bersama-sama dengan semua pihak untuk cari solusi. Bagaimana BPKH juga diberikan kepastian oleh perbankan jika dana haji tidak dipakai untuk membiayai project-project yang tidak halal.

Masukan ini mesti didengar, khususnya oleh pihak perbankan. Dan sebaiknya pihak perbankan ikut bicara dan memberi kepastian bahwa investasi dana haji di bank aman dan dipakai untuk usaha yang halal. Karena ini bukan lagi wilayah BPKH.

Tony Rosyid

Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa