Permabudhi Cuma Menyulitkan Pemerintah dan Umat Saja

Adian Radiatus/Net
Adian Radiatus/Net

MELIHAT sepak terjang Persatuan Umat Buddha (Permabudhi) sejak dibentuk atas inisiatif Pandita Arief Harsono dari Majelis aliran Maitreya dengan menggandeng beberapa petinggi Majelis lain, sama sekali tak menunjukan perubahan yang berarti bagi kebutuhan umat Buddha akan peran organisasi itu.

Yang justru tumbuh adalah sebaran konflik diantara para pengurus dan umat itu sendiri, sehingga menghadirkan kemunduran berinteraksi antar umat dari masa sebelum kemunculannya yang sama sekali tak mengandung urgensi apapun, selain kehendak egoisme untuk diperagakan sebagai pimpinan berkuasa di organisasi keagamaan. Apes sekali umat Buddha diobok-obok begini. 

Keinginan menandingi keberadaan Walubi yang eksistensinya lengkap tercatat di Kementerian Agama Republik Indonesia sebagai representasi lembaga agama Buddha resmi, adalah niat buruk yang tidak pantas dilakukan oleh seorang anggota yang telah diayomi bertahun-tahun didalam wadah Walubi. 

Apapun alasan Pandita Arief Harsono maka apa yang terjadi dalam acara Dharmasanti Waisak secara terang benderang telah mempertontonkan suatu keprihatinan yang mendalam ketika pemerintah dalam hal ini diwakili Menteri Agama harus berperan menjadi penengah diantara kehadirannya dengan kehadiran Upasika Hartati Murdaya selaku Ketum Walubi. 

Suatu hal yang semestinya tidak perlu terjadi bila sejak awal bijak berpijak dengan pandai mengukur diri secara Dharma serta memahami makna Hiri dan Ottapa ajaran Sang Buddha.  Upaya merendahkan seseorang tak selalu bisa meninggikan harkat martabat diri sendiri, sebaliknya malah bisa menghapus kehormatan diri sejati. 

Pasca Waisak ini seharusnya Permabudhi mengevaluasi diri apakah masih layak keberadaannya dipertahankan sementara cita-cita mempermalukan Ketum Walubi secara pribadi telah kehilangan arahnya. Dalam organisasi keagamaan tidak sama dengan bisnis. Kekayaan tidak mungkin mampu membeli keyakinan Dhamma seseorang bagaimanapun juga.

Sadar atau tidak, adalah tidak pantas seseorang yang ditokohkan malah berperan mencederai simbol kerukunan intern umat beragama yang telah menjadi contoh teladan dari umat Buddha selama ini. Kemunduran yang sangat memalukan bila sampai terjadi. 

Maka adanya Permabudhi sangat disayangkan bila ternyata hanya menjadi medium konfrontatif pribadi ketimbang manfaat yang dibutuhkan secara sinergi diantara organisasi Majelis Buddha yang ada selama ini. 

Lebih jauh lagi hal semacam ini hanya akan merepotkan berbagai pihak mitra keagamaan juga khususnya pemerintah yang senantiasa menekankan pentingnya kesatuan dan persatuan dan tidak malah menjadi elemen pemecah belah kesejukan umat yang telah terjalin selama ini.

Adian Radiatus

Pemerhati Masalah Sosial dan Politik