Pernikahan Anak di Jatim Meningkat 300 Persen, Ini Penyebabnya 

Foto Kunker Komisi E ke Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPKB PP dan PA) Kabupaten Magetan
Foto Kunker Komisi E ke Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPKB PP dan PA) Kabupaten Magetan

Pernikahan anak di Jawa Timur meningkat sebanyak 300 persen selama tahun 2021. Kondisi itu disebabkan pandemi Covid 19 dan adanya dispensasi dari pemerintah soal usia pernikahan anak.


"Pernikahan anak atau pernikahan dini mayoritas se-jawa Timur naik 300 persen dari tahun 2020 sampai sekarang 2021. Jadi kenaikannya sangat besar," kata anggota komisi E DPRD Jatim Hari Putri Lestari usai hearing dengan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPKB PP dan PA) Kabupaten Magetan  dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Jumat (18/6).

Hari Putri menambahkan, salah satu penyebabnya pada pertemuan Pengadilan Agama se-jawa Timur yakni faktor dispensasi usia. 

"Dan penyebab kedua, kemungkinan juga karena terjadi pandemi. Kan banyak di rumah tidak ada aktivitas sekolah jadi yang menyebabkan pernikahan anak tinggi," katanya.

Dijelaskannya, angka pernikahan anak di masing-masing kabupaten kota di Jatim kenaikannya hampir sama. Salah satu wilayah yang angka kenaikan pernikahan anaknya tinggi adalah di Kabupaten Magetan.

"Kalau pernikahan anak di masing masing-masing wilayah cukup tinggi salah satunya di Magetan juga tinggi," tambah politisi PDIP Jatim itu.

Menurut Hari Putri, perkawinan dini akan menyebabkan berbagai masalah. Di antaranya adalah mempengaruhi tumbuh kembang dan memicu munculnya stunting atau gizi buruk. Kondisi itu disebabkan karena orang tua waktu menikah belum mapan secara ekonomi dan psikologis.

"Ketika perkawinan anak cukup tinggi, ibunya tidak cukup secara fisik dan secara mental serta secara ekonomi anaknya juga akan tumbuh kembangnya terpengaruh. Di samping itu masa depan bangsa akan terganggu ketika kualitas anak sangat rendah," tandasnya.

Diharapkan dengan adanya penyusunan Raperda Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan Keluarganya, maka kedepan, angka pernikahan anak di Jatim bisa ditekan. Nantinya, dalam Raperda tersebut akan disusun adanya upaya-upaya untuk menekan pernikahan anak di Jawa Timur, karena sebagaian besar pernikahan anak terjadi di keluarga pekerja migran.

"Salah satunnya adalah meningkatkan anggaran untuk pembangunan pemberdayaan anak dan perempuan di Jawa Timur. Sampai saat ini angkanya sangat kecil," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua komisi E DPRD Jatim Hikmah Bafaqih mengaku sudah memprediksi angka kenaikan pernikahan anak atau pernikahan dini di Jawa Timur.

"Pasca dinaikkannya ambang usia menikah, dulu kan 16 perempuan dan 19 laki-laki dan sekarang 19 perempuan dan 21 laki-laki ini pasti naik dan sudah kita prediksi pasti angka pernikahan dini menjadi naik. Tidak apa-apa ini tantangan," katanya.

Wakil ketua DPD PKB Jawa Timur itu mengatakan, adanya pernikahan anak menimbulkan resiko yang cukup tinggi. Pasalnya, orang tua tidak siap secara mental dan psikologis untuk menerima kehadiran keluarga baru.

"Karena menikahkan anak di usia 16 tidak bijaksana karena mereka secara fisik belum siap kalau ada kasusnya adalah accident atau Married by Accident (MBA) maka memang faktanya di masa pandemi dengan korban Anak meningkat drastis," tambahnya.

Resiko yang bisa terjadi karena adanya pernikahan anak adalah  meningkatnya angka perceraian dan angka kematian pada bayi serta ibunya. Karena itu dia meminta para orang tua membatasi asupan anak terhadap media sosial secara berlebihan terutama konten-konten porno agar anak bisa tumbuh kembang secara maksimal dan tidak terpengaruh dengan hal hal negatif di medsos.

"Ketika anak-anak dalam pengasuhan orang tua ya, ini PR bersama kita. Ketika kekerasan seksual dengan korban anak terjadi, maka dengan sendirinya MB juga akan banyak. Kalau ambil banyak kegagalan kelahiran meningkat perceraian juga meningkat. Sebetulnya ruang ruang di mana anak-anak melakukan hubungan yang melampaui batas harus ditekan. Apa itu, misalnya akses berlebihan terhadap media sosial dan asupan konten porno. Siapa yang bisa melakukan pertama orang tua," pungkasnya.