Sejak Covid-19 Melonjak, Pengerajin Peti Mati Banjir Orderan

Purnomo, pengrajin peti mati/RMOLJatim
Purnomo, pengrajin peti mati/RMOLJatim

Purnomo, warga Desa Ngadipuro, Kecamatan Widang, Tuban, salah seorang pengusaha mebeler mengaku pailit sejak pandemi Covid-19 dua tahun ini. Orderan jadi sepi.


Namun belakangan ini saat Covid-19 melonjak mulai ada penghasilan lagi lantaran banyak pesanan peti mayat dari rumah sakit.

Ya, Purnomo langsung banting stir menjadi pengerajin peti mati. Alhasil dalam sehari ia kini mampu meraup keuntungan hingga jutaan rupiah dari hasil jual peti di Rumah Sakit Muhammadiyah Babat (RSMB).

"Sudah tahun ini menjadi pengerajin peti mati. Awalnya saya diajak kerja sama dengan pihak rumah sakit diminta untuk membuat peti dari kayu. Tapi lambat laun peti itu berat dan minta diganti dengan peti yang ringan terbuat dari bahan triplek dengan ukuran 2 cm," kata Pornomo kepada Kantor Berita RMOLJatim, Rabu (14/7).

Saat ini seiring meningkatnya permintaan peti mati oleh rumah sakit, Pornomo yang dibantu beberapa karyawan pun mengaku kewalahan. Pasalnya dalam sehari mebel miliknya hanya mampu memproduksi 5 sampai 8 peti mati. 

"Kalau akhir-akhir ini banyak yang pesan tapi kita hanya mampu produksi 8 peti saja dalam sehari, kita tidak bisa memproduksi dalam jumlah banyak karena bahan baku peti juga kadang tidak ada," katanya.

Untuk satu petinya, Pornomo biasanya menjual dengan harga Rp 900 ribu per unit. Biasanya peti mati tersebut ia antar dan dijemput langsung oleh pihak rumah sakit yang sebelumnya telah bekerja sama. 

"Selama pandemik Covid-19 tahun lalu sampai sekarang kami sudah memproduksi puluhan unit peti mati mas, tapi untuk akhir-akhir ini permintaan semakin meningkat karena tingkat kematian juga terus dan kami terus terang kewalahan dan yang memproduksi peti mati tidak hanya saya di tempat lain juga  banyak," pungkasnya.