Kasus Cerai Disaat Pandemi Justru Turun

Humas Pengadilan Agama (PA) Surabaya Wachid Ridwan/Ist
Humas Pengadilan Agama (PA) Surabaya Wachid Ridwan/Ist

Jumlah permohonan cerai di Pengadilan Agama (PA) Surabaya saat pandemi Covid-19 justru mengalami penurunan.


"Kalau untuk perceraian saja, angkanya menurun. Walaupun tidak banyak. Di 2019, berkas pengajuan cerai gugat ataupun talak totalnya 6.344 berkas. Sementara di 2020 hanya 6.221 berkas pengajuan,” kata Humas PA Surabaya Wachid Ridwan, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Sabtu (17/7).

Menurutnya, perkara tersebut termasuk yang telah diputus bercerai. Di 2019 paling banyak yakni sebanyak 6.010 kasus. Di tahun itu, penyebab terjadinya perceraian paling banyak karena perselisihan dan pertengkaran terus menerus menjadi alasan paling banyak yang diberikan. Yakni 3.266 kasus.

Sementara, akibat dari kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hanya 117 kasus. untuk putusan perceraian yang terjadi di 2020 hanya 5.329 kasus. Tapi, tingkat kasus KDRT di tahun itu sangat kecil. Hanya 36 kasus.

“Rata-rata, alasan dari perselisihan atau pertengkaran yang terjadi penyebabnya ya ekonomi. Atau ada juga karena hadirnya orang ketiga dalam rumah tangga mereka. Tapi, kalau ditelusuri muaranya pasti karena ekonomi yang rendah juga,” terangnya.

Ada juga dari berkas permohonan yang masuk setelah melakukan mediasi mereka memutuskan untuk tidak jadi berpisah.

“Ada. Tapi tidak banyak. Kalau yang sudah sampai di sini (PA), berarti mereka sudah mencapai titik buntu. Sudah tidak ada lagi jalan keluar kecuali berpisah,” ungkapnya.

Sementara, kalau di 2021 sejak Januari sampai Mei berkas yang sudah masuk ke PA Surabaya sebanyak 2.454 pengajuan perceraian. Angka itu lebih tinggi kalau dibandingkan dengan tahun sebelumnya dengan bulan yang sama 2.352 berkas.

Ridwan menjelaskan, setiap tahun tren perkara perceraian pasti selalu naik. Walau kenaikannya tidak terlalu banyak. Paling tidak, setiap tahunnya selalu mengalami kenaikan sebanyak lima persen. “Sangat jarang mengalami penurunan kalau dibandingkan dari tahun ke tahun,” ucapnya.

Hal positif yang ia dapat dari kenaikan jumlah pengajuan perceraian di PA Surabaya yakni saat ini masyarakat sudah sadar terhadap hukum. Kedua, analisa terburuknya yakni pasangan suami istri saat ini ilmu menjalankan rumah tangganya sangat kurang.

Sehingga, ketika ada masalah langsung berujung perceraian. Tidak mencari terlebih dahulu jalan keluar dari masalah tersebut. 

“Banyak mental yang belum terbangun sudah menikah. Alhasil banyak yang belum siap. Banyak faktor lah. Bisa jadi tingkat pendidikan juga pengaruh,” terangnya.

Persentese perceraian kalau dibagi dalam usia, rentang usia 30 sampai 40 tahun paling banyak mengajukan perceraian. Baru rentan usia 20 sampai 30 tahun. Setelah itu 40 keatas dan 20 kebawah itu angkanya berimbang.

“Saya pernah menangani kasus perceraian usianya sudah 60 tahun. Sampai kita merayu agar mereka tidak bercerai. Tapi, ya mereka tetap bersikeras untuk mengajukan perceraian. Ya kita layani,” tandasnya.