PPKM Darurat Dinilai Tidak Memutus Mata Rantai Covid-19, Dewan Pakar IAKMI: Solusinya Hanya Lockdown

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra/Net
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra/Net

Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang dikeluarkan pemerintah diyakini tidak akan bisa memutus mata rantai kasus Covid-19 di Tanah Air.


Demikian disampaikan Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra saat menjadi narasumber dalam diskusi daring mengusung tema "Jalan Terjal PPKM Darurat", Sabtu (17/7).

"Saya perlu tegaskan, PPKM itu tidak memutus mata rantai Covid-19, itu yang harus diingat," ujar Hermawan.

Lagipula, menurut dia, kebijakan PPKM Darurat secara metode tidak jauh berbeda dengan kebijakan yang diambil pemerintah seperti Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) hingga PPKM Mikro.

PPKM Darurat hanya berorientasi melandaikan kasus, namun tidak memutuskan mata rantai penularan Covid-19.

"PPKM itu dimulai PPKM Mikro dipertegas dipertebal sekarang PPKM Darurat volumenya ya diatur, tapi pendekatan metodenya sama, pendekatan zona epidemiologi, spasial, dan memang terkesan parsial," kata Hermawan.

"PPKM ini dijadikan alat untuk memutuskan mata rantai karena tidak mungkin, untuk melandaikan iya, atau untuk menunda sementara," imbuhnya menegaskan.

Atas dasar itu, Hermawan menyebut bahwa hanya lockdown yang bisa memutuskan mata rantai penularan Covid-19. Sebab, PPKM Darurat Jawa-Bali berbeda dengan lockdown secara pendekatan metodologis meskipun berdampak secara ekonomi.

"Pertanyaannya, kalau landai, kalau menunda, terus what next? Apa yang kita lakukan? Kalau lockdown itu berbeda, lockdown itu betul-betul memutus pada suatu waktu memang ada kerugian ekonomi. Tetapi kerugian itu terukur. Sehingga mitigasi resiko post pandemi menjadi lebih mudah," tandasnya.

Selain Hermawan, hadir narasumber lain dalam diskusi daring tersebut yakni anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay, Bupati Bogor Ade Yasin, Sekjen PMI Sudirman Said, Ketua Umum PB IDI Daeng Faqih, dan sosiolog UI Daisy Indira Yasmin.