Nak, Ibu Sedang Melacur! (7)

Cover by Denny NJA
Cover by Denny NJA

Nongkrong di Sarkem

Setelah menikah, Rika ikut suami. Perjalanan rumah tangga mereka sangat harmonis. Tak ada percekcokan. Tak ada pertengkaran. Semua baik-baik saja.

Mereka dikenal sebagai pasangan rukun. Sampai usia perkawinan memasuki tahun kelima. Rumah tangga keduanya mulai didera masalah.

Sang suami mulai jarang pulang. Kalau pulang selalu larut. Rika sangat khawatir. Ada selentingan kabar, suaminya sering nongkrong di sarkem.

Seorang tetangga pernah memergoki suaminya di sana. Tetangga itu bilang, setiap pulang kerja, suaminya sering mampir ke sana. Minum hingga mabuk.

Ah, pantas saja kalau pulang, suaminya selalu ngomong tak karuan. Jalannya pincang-pincang. Dari mulutnya menyembur bau alkohol. Dia mabuk.

Ya Tuhan, apa yang sedang terjadi?

Setiap ditanya, Andreas malah membentak. Jika kata-kata Rika tak berkenan, suaminya main pukul.

“Sarkem, cuih! Jijik aku mendengarnya. Apa yang dilakukan suamiku di sana. Pasti dia main perempuan? Tapi ini hanya rumor. Aku tak percaya kalau tidak melihatnya sendiri.”

Kondisi Andreas makin memburuk. Dia selalu pulang malam. Mabuk. Marah-marah. Dia makin acuh tak acuh pada istrinya. Yang menyedihkan, selama beberapa bulan, Rika tak pernah diberi nafkah batin.

Ia tersiksa. Ia jadi perempuan yang kesepian. Kabar dari tetangga, bahwa suaminya sering main ke sarkem dengan perempuan nakal, akhirnya terbukti. Bukan orang lain yang menjelaskan. Andreas sendiri yang mengaku. Itu terjadi saat Rika bertanya padanya.

Jawabannya begitu mengejutkan:

’’Ah, kamu! Kalau nggak bisa punya anak, jangan banyak tanya.”

Benar-benar seperti disambar petir. Kata-kata Andreas begitu singkat dan menyakitkan. Kata-katanya lebih menyakitkan daripada dipukuli.

Memang benar. Selama 5 tahun berumah tangga, mereka belum dikaruniai anak. Mereka sudah berusaha maksimal. Namun belum berhasil.

Mereka sudah datang ke dokter. Katanya Rika normal. Juga suaminya. Mereka juga coba cara lain. Datang ke tukang pijat. Perut Rika dipijat. Hasilnya nihil.

Mungkin, itulah yang membuat suaminya jadi suka marah-marah. Hidup mereka terasa agak hambar tanpa anak.

Yang membuat Rika sedih, suaminya justru mencari cara lain melampiaskan kemarahannya. Mabuk dan main perempuan.

“Saat suamiku marah, aku bisa mendengar jelas keluhannya. Rupanya, dia tak puas menikahiku karena tak punya anak. Dia memilih main perempuan daripada di rumah.”

“Aku begini karena kamu. Kenapa aku menikahi perempuan yang mandul.” Umpat suaminya.

“Dasar perempuan mandul!” Maki suaminya.

“Kalau ada anak, tentu tak begini jadinya.”

Kalimat ini masih diingat Rika. Dia terus memaki. Rika diam saja. Dan, sejak malam itu, mereka pisah ranjang.[bersambung]

Wartawan Kantor Berita RMOLJatim