Rektor UI Rangkap Komisaris Kesannya Jokowi Ingin Perkuat Rezim

Pengamat politik Universitas Nasional Andi Yusran/Net
Pengamat politik Universitas Nasional Andi Yusran/Net

Rektor Universitas Indonesia merangkap komisaris mengindikasikan Presiden Joko Widodo ingin menjaga kepentingan status quo rezim berkuasa.


Hal tersebut disampaikan pengamat politik Universitas Nasional Andi Yusran dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (20/7).

Menurut Yusran, sepatutnya perubahan Statuta UI tidak perlu terjadi di era kepemimpinan Joko Widodo. Mengingat, Jokowi kerap menyampaikan soal reformasi birokrasi.

Di mata Doktor Politik Universitas Padjajaran ini, rangkap jabatan Rektor akan berdampak pada terganggunya independensi kampus.

Ia mencontohkan, dengan rangkap jabatan Rektor dan sekaligus Wakil Komisaris Utama PT Bank Negara Indonesia (BNI), Prof Ari Kuncoro akan mudah disubordinasi oleh kekuasaan.

"Rangkap jabatan tersebut juga tidak selaras dengan program reformasi birokrasi utamanya birokrasi perguruan tinggi negeri sebagaimana yang digulirkan oleh pemerintah sejak tahun 2010 yang lalu," lanjut Yusran.

Lebih dari itu, Andi menganalisa dengan perubahan PP tentang Statuta UI itu akan makin menguatkan kesan bahwa rezim Jokowi ingin mensubordinasi seluruh perguruan tinggi di Indonesia.

"Kesan kuat yang muncul kemudian adalah rezim ingin mensubordinasi struktur kampus (PTN) untuk kepentingan status-quo rezim yang berkuasa," pungkas Andi.

Rangkap jabatan Prof Ari Kuncoro sebaai Rektor UI dan Wakil Komut BNI dinilai menciderai banyak pihak. Termasuk melanggar Statuta UI.

Berbagai kalangan juga mendesak Prof Ari Kuncoro harus mengedepankan kepentingan akademis, dengan mundur dari jabatan Komisaris.

Setelah sebulan menjadi sorotan publik, justru Jokowi merevisi PP tentang Statuta UI. Salah satu isinya membolehkan rangkap jabatah.

Yang dilarang dari pejabat Rektor adalah menjadi Direksi BUMN atau BUMD.