Hubungan Unik Gus Dur Dan Megawati Yang Belum Tuntas, Ada Benci Tapi Rindu 

Pendiri Lembaga Survei/Konsultan Politik PollMark Indonesia, Eep Saefulloh Fatah/Repro
Pendiri Lembaga Survei/Konsultan Politik PollMark Indonesia, Eep Saefulloh Fatah/Repro

Kini genap 20 tahun Presiden keenam RI KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dimakzulkan melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001 silam. Namun hingga kini masih menyisakan sejumlah pertanyaan, tentang siapa dalang di balik peristiwa lengsernya presiden yang terlahir dari kalangan Kiai tersebut.


Menurut Pendiri Lembaga Survei/Konsultan Politik PollMark Indonesia, Eep Saefulloh Fatah, tidak pernah ada peristiwa politik yang punya determinan. Sehingga, jika harus menunjuk hidung atau pihak tertentu di balik pemakzulan Gus Dur 20 tahun silam akan sulit ditemukan.

"Kalau ada pertanyaan siapa dalangnya? Tidak mungkin kita menunjuk satu orang dan tidak mungkin kita menunjuk satu pihak, itu tidak mungkin," kata Eep Saefulloh dalam serial diskusi '20 Tahun Pemakzulan Gus Dur: Siapa Sang Dalang?' yang disiarkan secara langsung melalui YouTube Refly Harun Chanel, pada Kamis malam (22/7).

Jika menilik hubungan antara Gus Dur dan Megawati Soekarnoputri yang kala itu menjabat wakil presiden, ada keunikan tersendiri. Eep mengistilahkan dengan hubungan politik antara kedua tokoh nasional itu "Benci Tapi Rindu".

Hubungan unik ini belum tuntas hingga Gus Dur di-impeachment pada 23 Juli 2001 lalu.

"Harus diakui bahwa ada sesuatu yang tidak selesai di dalam hubungan itu (Gus Dur dan Megawati), semacam benci tapi rindu. Itu terpelihara terus dan menurut saya, ini menjadi faktor yang sangat penting yang harus kita hitung," sambungnya.

Terbangunnya hubungan tersebut lantaran PDI Perjuangan menjadi partai pemenang Pemilu, namun Megawati tidak menjadi Presiden RI.

"Saya yakin Gus Dur menjadi presiden selama 642 hari, urusan itu tidak tuntas dan tetap terpelihara. Perasaan bahwa seharusnya mereka (PDI Perjuangan) yang menjadi pemenang politik dan Mbak Mega menjadi presiden itu masih terpelihara," ucapnya.

Ia lantas mengamini pernyataan Jurubicara Gus Dur, Adhie Massardi yang menyebut ada peran penting dari Mega saat Gus Dur lengser.

"Tentu peranan Mbak Mega begitu penting. Sulit sekali membantah soal itu, baik secara logis maupun secara faktual," demikian Eep dikutip Kantor Berita Politik RMOL.

Turut hadir sebagai narasumber dalam diskusi tersebut antara lain mantan Menko Ekui era Gus Dur, Rizal Ramli; Adhie M Massardi; jurnalis senior Teguh Santosa; Ketua Pansus Buloggate DPR kala itu, Bachtiar Chamsyah; politisi senior PBB, MS Kaban; politikus senior PAN, Fuad Bawazier; dan sebagai moderator Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun.