Bansos Dianggap Potensi Korupsi, MCW Dorong APH Bertindak Pro Aktif

Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net

Bansos dianggap berpotensi terhadap tindakan korupsi, sehingga Malang Corruption Watch (MCW) mendorong Aparat Penegak Hukum (APH) di Malang Raya, dalam hal ini Kepolisian dan Kejaksaan untuk pro aktif dalam mencari atau menginvestigasi potensi tindak pidana korupsi yang terjadi di daerah.


"Kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) atas tindak pidana korupsi yang memerlukan upaya luar biasa dalam pemberantasanya (extra ordinary measures). Sehingga APH harus pro aktif atau menginvestigasi potensi tindak pidana korupsi yang terjadi di daerah," ujar Divisi Advokasi organisasi anti Korupsi MCW, Ahmad Adi, dalam keterangan tertulis yang diterima Kantor Berita RMOLJatim, Senin (23/8).

Seperti beberapa waktu lalu, lanjut Adi, bahwa pihak Kepolisian, yaitu Polres Malang telah menahan dan menetapkan tersangka kasus korupsi bantuan sosial (Bansos) oleh salah satu Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) berinisial PTH (28) di Kabupaten Malang.

Mirisnya, PTH mengaku jika perbuatan menyimpang yang dilakukannya tersebut dikarena "diajari senior" dapat menjadi pertanda awal.

Dalam kasus tersebut, penyidik Satreskrim Polres Malang akhirnya menjerat PTH dengan Pasal 2 ayat 1, subsider Pasal 3, subsider Pasal 8 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK). 

Untuk Pasal 2 ayat 1 ancaman hukuman minimal 4 Tahun dan paling lama 20 Tahun, sementara pasal 3 ancaman maksimalnya seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 Tahun dan paling lama 20 Tahun. Pasal 8, maksimal hukuman penjara 15 Tahun dan paling singkat 3 Tahun. 

"Pada kasus tersebut, kejanggalan muncul setelah sebeleumnyaMentri Sosial (Mensos), Tri Rismaharani menemukan dugaan penyalahgunaan dana Bansos PKH di Kabupaten Malang, Jatim. Hingga Mensos menugaskan pejabatnya, untuk mengomunikasikan ke Bareskrim Mabes Polri, kemudian diminta langsung ke Polres Malang. Hal ini mengindikasikan pasifnya Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menggali tindakan penyelewengan di daerah, namun hanya bersedia bergerak jika hanya ada dorongan dari pejabat dengan struktural lebih tinggi," ungkap Divisi Advokasi MCW, Ahmad Adi.

Tak hanya itu, selain kasus korupsi Bansos oleh salah satu Pendamping PKH tersebut, kasus korupsi yang serupa juga sangat berpotensi terjadi di wilayah lain di wilayah Malang Raya. 

"Itu terbukti dengan adanya beberapa kasus yang kami (MCW) laporkan, yakni atas dugaan korupsi Bansos Desa Selorejo, Kecamatan Dau dan Dugaan Penyelewengan penggunaan Tanah Kas Desa Ampeldento, Kecamatan Pakis yang hingga saat ini masih belum ada kejelasan," tandasnya.

Atas laporan, masih kata Adi, APH harus mengusut tuntas kasus korupsi serta memberikan hukuman yang seadil-adilnya kepada tersangka yang terbukti bersalah.

"Apabila hal ini diterus-teruskan, tentu akan mengikis kepercayaan publik terhadap lembaga APH di daerah. Karena perilaku korupsi merupakan perilaku melawan hukum, apalagi dilakukan selama situasi pandemi ini," jelasnya.

MCW juga berharap Pemerintah terkait dalam hal ini Dinas Sosial Kabupaten Malang, harus melakukan upaya preventif dan edukatif untuk mencegah korupsi oleh Pendamping PKH terjadi kembali.  

"Dinsos harus mengembalikan marwah PKH sebagai pihak yang dipekerjakan untuk mendampingi KPM Keluarga Penerima Manfaat sebagai peserta PKH. Karena, PKH itu bertugas melakukan mediasi, dan advokasi bagi KPM PKH dalam mengakses layanan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial," paparnya 

Terakhir, Adi meminta kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang dalam merumuskan kebijakannya haruslah mempertimbangkan pastisipasi publik seluas-luasnya. 

Sebab, pandemi seharusnya bukanlah menjadi alasan untuk tertutup dalam merumuskan kebijakan (misalnya di sektor anggaran).

Korupsi yang dilakukan diranah daerah seperti ini tidak bisa lepas karena faktor tertutupnya informasi serta minimnya pastisipasi publik. 

" Jika ada partisipasi dari publik, atau kepedulian publik, lambat laun potensi korupsi itu bisa tertekan," pungkasnya.