Loyalis Partai Golkar Desak KPK Turunkan Tim Investigasi Dugaan Penyelewengan Dana Pon Papua

Loyalis Partai Golkar saat datangi KPK/RMOL
Loyalis Partai Golkar saat datangi KPK/RMOL

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk segera menurunkan tim investigasi dugaan penyalahgunaan dana Pekan Olahraga Nasional (PON) XX dan Pekan Paralamik Nasional (Peparnas) XVI di Papua.


Kordinator Loyalis Partai Golkar (LPG) Feri R. mengatakan, kasus tersebut disinyalir menyebabkan kerugian negara Rp 1,8 triliun.

"Ada hasil temuan Intel Mabes Polri terhadap adanya kerugian negara dalam penyalahgunaan dana otsus kurang lebih Rp 1,8 triliun, belum lagi ada temuan 80 transaksi  mencurigakan yang tidak sesuai dengan ketentuan anggaran oleh PPATK," kata Feri usai menyambangi Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (27/8).

Selain didesak melakukan investigasi, kata Feri, dugaan kerugian itu juga bisa menjadi alasan kuat bagi KPK untuk memanggil pejabat Provinsi Papua.

"KPK perlu memanggil Gubernur Papua yang diduga ikut serta terlibat dalam konspirasi besar korupsi dana Otsus di Papua," katanya.

Feri berharap, KPK dapat segera bekerja untuk menghentikan penyelewengan dana otsus di Papua yang dampaknya dirasakan langsung pada terhambatnya pembangunan.

"Pemerintahan pusat sudah memberikan banyak sejumlah anggaran otsus namun ternyata disalah gunakan sama elit pejabat, akhirnya masyarakat Papua yang menjadi korban," tandas Feri.

Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam) Polri menemukan adanya dugaan penyelewengan pengunaaan anggaran Otonomi khusus Papua (Otsus Papua).

Karo Analis Baintelkam Polri Brigjen Achmad Kartiko menyebut dugaan penyimpangan penggunaan anggaran tersebut juga ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

Achmad mengatakan penyimpangan dana Otsus Papua itu berupa penggelembungan harga dalam pengadaan barang dengan total kerugian negara dalam dugaan penyelewengan dana otsus Papua ditaksir mencapai Rp 1,8 triliun.

"Temuan BPK bahwa terjadi pemborosan ketidakefektifan penggunaan anggaran. Mark up dalam pengadaan tenaga kerja, tenaga listrik dan tenaga surya. Kemudian pembayaran fiktif dalam pembangunan PLTA sekitar Rp 9,67 miliar. Ditemukan penyelewengan dana sebesar lebih dari Rp 1,8 triliun," kata Achmad pada Rabu (17/2).