Teguh Santosa: Secara Politik, Indonesia Tidak ke China

Wartawan senior Teguh Santosa/Repro
Wartawan senior Teguh Santosa/Repro

Kunjungan Wakil Presiden AS, Kamala Harris ke Singapura dan Vietnam merupakan bentuk penghormatan kredo politik Indonesia usai dilantik menjadi wakil Joe Biden. 


"AS merasa perlu untuk menghormati kredo politik luar negeri kita secara official yang diakui seluruh dunia, yakni bebas aktif. Caranya, ya tidak dengan melakukan kunjungan kerja pertama ke Indonesia," jelas wartawan senior Teguh Santosa dalam diskusi daring yang dipandu aktivis Bursah Zarnubi, Sabtu (4/9).

Memang, Indonesia dikenal mesra dengan China dalam hal kerja sama ekonomi. Hal inilah yang banyak ditangkap berbagai pihak menjadi salah satu alasan AS belum menyinggahi Indonesia. Namun Teguh memiliki pandangan lain.

Dosen aktif di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini berpandangan, Indonesia tidak sepenuhnya bergantung pada China.

Ia lantas menyinggung persoalan Laut China Selatan, di mana pada tahun 2017, Indonesia sempat mengumumkan peta terbaru Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam keputusan politik, Indonesia mengubah nama Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara. Keputusan ini lantas membuat pemerintah China berang. Hal inilah yang sudah dibaca AS sebelum lawatan Kamala Harris ke Asia Tenggara.

"Soal Laut China Selatan, AS sudah cukup membaca itu. Jadi sebetulnya AS melihat saat ini Indonesia secara ekonomi terlihat membutuhkan China. Tetap secara politik, Indonesia tidak ke China juga. Ada kebutuhan pragmatis," tegas Teguh yang kini sedang menyelesaikan studi doktoral di Jurusan Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran (Unpad) ini.

Oleh sebab itu, yang perlu dipikirkan pemerintah Indonesia saat ini atas sikap Kamala Harris bukan menyibukkan dengan prasangka-prasangka, terlebih menganggap sebagai ancaman atas kedekatan Indonesia-China.

Pemerintah, kata Teguh, perlu menguatkan sektor ekonomi dalam negeri untuk menciptakan basis industri yang bisa dilirik negara lain, bukan hanya kepada AS.

"Persoalan kita, mengapa misalnya perdagangan Indonesia dengan AS tidak lebih baik dari AS-Vietnam? Karena mereka punya yang dijual, mereka bangun basis industri, kita (Indonesia) tidak punya yang bisa dijual," tandas sosok yang kini memimpin Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) ini.

Diskusi tersebut dipandu oleh aktivis Bursah Zarnubi dan diunggah dalam channel YouTube Indosatu News. Selain Teguh, diskusi tersebut juga turut menghadirkan Managing Director Political Economy and Policy Studies, Prof Anthony Budiawan.