Cak Imin Minta Mendikbudristek Selesaikan 3 Juta Warga Buta Aksara

Wakil Ketua DPR RI, Abdul Muhaimin Iskandar/Net
Wakil Ketua DPR RI, Abdul Muhaimin Iskandar/Net

Hampir tiga juta penduduk Indonesia saat ini masih buta aksara, dan sebagian wilayah Indonesia memiliki persentase buta aksara di atas rata-rata nasional.


Beberapa daerah itu antara lain: Papua (22,03 persen), Nusa Tenggara Barat (7,52 persen), Sulawesi Barat (4,46 persen), Nusa Tenggara Timur (4,24 persen), Kalimantan Barat (3,54 persen), Jawa Timur (3,21 persen), Sulawesi Tenggara (2,47 persen), Jawa Tengah (2,03 persen), dan Papua Barat (1,77 persen).

Wakil Ketua DPR RI Bidang Korkesra Abdul Muhaimin Iskandar mendorong Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim berkomitmen melakukan percepatan penuntasan buta aksara di Indonesia sesuai target yang telah ditetapkan, yaitu capaian angka melek aksara untuk usia 15-59 tahun di atas 98 persen.

"Saya menyampaikan selamat Hari Aksara Internasional 8 September. Saya juga mendorong Kemendikbudristek segera memperbaiki strategi dan sistem pembelajaran, termasuk literasi, serta berupaya menyadarkan masyarakat akan pentingnya literasi sejak dini agar kesetaraan akses pendidikan semakin terjangkau,” ujar pria yang karib disapa Cak Imin, dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (7/9).

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini meminta Kemendikbudristek berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk berupaya memberantas buta aksara di Indonesia.

Caranya, dengan meningkatkan literasi yang difokuskan pada daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), sebab daerah tersebut sulit dijangkau, terutama di masa pandemi Covid-19.

"Kemendikbudristek harus mengoptimalkan program pendidikan keaksaraan, yaitu program pendidikan dasar yang bertujuan untuk mengubah buta aksara menjadi melek aksara,” imbuhnya.

Selain itu, program Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM) yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam berusaha dan mencari informasi lewat koran atau buku yang bisa meningkatkan kesejahteraan kehidupannya.

Termasuk, Program Multikeaksaraan yang berorientasi pada profesi, keahlian dan pekerjaan, budaya, sosial dan politik, kesehatan dan olahraga, dan pengetahuan teknologi.

"Kemendikbudristek harus berkomitmen melakukan penuntasan buta aksara dengan membuka dan memperluas peluang bagi masyarakat untuk bisa menempuh pendidikan kesetaraan, seperti Paket A (Sekolah Dasar/SD) Paket B (Sekolah Menengah Pertama/SMP), atau Paket C (Sekolah Menengah Atas/SMA),” ujarnya.

Pihaknya juga mendorong Kemendikbudristek melalui Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen) untuk berupaya memastikan seluruh anak bangsa mendapatkan hak pendidikan sejak dini, mengingat pengenalan aksara, seperti huruf dan angka, sangat penting dan bermanfaat dalam melakukan komunikasi di kegiatan atau aktivitas sehari-hari.

"Menurut saya Kemendikbudristek perlu bersama Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mendata jumlah anak-anak di seluruh Indonesia sehingga dapat disinkronisasikan dengan jumlah anak yang seharusnya mengenyam pendidikan di bangku sekolah," katanya.

Selain itu, juga melakukan pemutakhiran data buta aksara agar valid dan sesuai dengan kondisi riil. Dengan demikian, upaya untuk mencapai jumlah melek aksara yang sesuai target dapat dilakukan dengan tepat sasaran.

"Kemendikbudristek harus meningkatkan mutu layanan pendidikan dan pembelajaran keaksaraan dengan fokus utama pada daerah yang memiliki persentase buta aksara yang masih tinggi," saran Cak Muhaimin.

Cak Imin juga mendukung Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang meluncurkan perpustakaan digital bertajuk “Ruang Buku Kominfo”.

Dalam bacaan Cak Imin, perpustakaan digital itu dapat digunanan untuk meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia, sebab pentingnya menanamkan minat baca sejak dini agar mengurangi jumlah masyarakat buta aksara di masa mendatang.