LPSK: Secara Hukum, Korban Pelecehan Seksual Pegawai KPI Tidak Bisa Dituntut

Wakil Ketua LPSK RI, Maneger Nasution/Net
Wakil Ketua LPSK RI, Maneger Nasution/Net

Rencana pihak terlapor pelecehan seksual pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk melaporkan balik korban karena mengalami perundungan di dunia maya ditanggapi serius Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).


Wakil Ketua LPSK RI, Maneger Nasution menekankan bahwa ancaman laporan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang memadai. Alasannya, karena laporan itu tidak memiliki dasar tindak pidana yang jelas. Apalagi laporan didasarkan karena terlapor mengalami perundungan di dunia maya.

“Subjek hukumnya, siapa yang mau dilaporkan? Apakah korban atau orang-orang yang melakukan bullying?” tanyanya saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu, Rabu (8/9).

Menurutnya, jika yang dilaporkan oleh terlapor adalah korban, maka korban tidak melakukan bullying tetapi hanya melaporkan saja. Sementara kalau yang dilaporkan itu adalah orang yang mem-bully di media sosial atau netizen itu juga tidak bisa diklarifikasi sebagai perbuatan pidana.

Kedua, dalam konstruksi hukum perlindungan saksi dan korban, korban atau pelapor kasus dugaan pelecehan seksual seharusnya tidak dapat dituntut secara hukum.

“Saksi, korban, saksi oelaku, dan/atau pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan itikad baik,” tegasnya.

Apabila ada tuntutan hukum terhadap korban atau pelapor atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang dia laporkan atau dia berikan kesaksian telah diputus pengadilan dan berkekuatan hukum tetap.

Maneger Nasution menekankan bahwa perlindungan korban sebagai pelapor tersebut diatur pada Pasal 10 Ayat (1) dan (2) UU 31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Perlindungan hukum itu diberikan agar masyarakat yang menjadi saksi, korban, saksi, pelaku dan/atau pelapor tindak pidana tidak takut mengungkap tindak pidana yang dialami atau diketahuinya.

Terkait korban yang sebagai pelapor itu justru dia berupaya membantu penegak hukum untuk mengungkap kasus pelecehan seksual tersebut. Ikhtiar dan keberanian yang bersangkutan sejatinya diapresiasi karena sebagai warga negara dia aktif membantu penegak hukum membongkar pelecegan seksual sesama jenis.

“Oleh karena itu, LPSK mempersilakan korban atau pelapor untuk mengajukan perlindungan ke LPSK karena sebagai pelapor sekaligus korban tindak pidana, hak-haknya dilindungi oleh negara,” tutupnya.