Kembalikan ke Program Pelita dan Repelita

Direktur Political and Public Policy Studies, Jerry Massie/Ist
Direktur Political and Public Policy Studies, Jerry Massie/Ist

SAAT ini sebaiknya kembalikan ke program era Orde baru yakni Pelita (Pembangunan Lima Tahun dan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun).

Program ini dari 1969 sukses. Bayangkan saja, inflasi kita pada tahun 1967 sekitar 600 persen dan turun sampai 10 persen pada 1969-1970. Grand strategy and grand design ini digagas oleh begawan ekonomi Widjojo Nitisastro dan juga mantan Menteri Keuangan 3 periode Ali Wardhana.

Ada juga tim ekonomi era Soeharto yang berhasil menghentar ekonomi kita terbaik di Asia. Ada nama-nama beken Radius Prawiro, JB Sumarlin sampai Ma'rie Muhammad.

Memang orang-orang yang duduk di kabinet menguasai bidang dan menguasai masalah. Bahkan secara empiris mereka adalah orang yang mumpuni.

Misalkan ayahanda Prabowo Subianto dua kali masuk kabinet, yakni zaman Soekarno dan Soeharto. Beliau pun dibujuk balik Indonesia lantaran sudah berdomisili di luar.

Menteri Ristek BJ Habibie, dia pun ditransfer dari Jerman. Dia salah satu ilmuwan terkemuka di Jerman kala itu. Sampai Jenderal TNI Purn LB Moerdani harus di boyong dari Korea Selatan. Jadi mereka bekerja tanpa tekanan parpol.

Saat ini tersisa Emil Salim. Saat ini saya lihat banyak public policy yang amburadul khususnya soal infrastruktur baik pembangunan jalan, jembatan dan gedung.

Saya coba bandingkan jalan tol Jagorawi dan Cikampek yang dibangun di era Soeharto bertahan lama. Dan ini dibangun melalui konsep Repelita dan Pelita. Ada pula mid term and long term (jangka menengah dan jangka panjang).

Sebetulnya bisa kita adopsi kebijakan di era Presiden Soekarno dan Soeharto sampai SBY.

Pasalnya, ada program mereka yang baik tapi tak berlaku lagi. Dibandingkan dengan saat ini, barangkali beda menteri di era orde lama dan orde baru. Zaman itu menteri belum terlau sibuk dengan partai atau non partisan. Hampir rata-rata menteri dari kalangan akademisi, praktisi dan profesional.

Jadi yang membandingkan dengan saat ini adalah urusan politis. Political interest yang lebih kuat. Nah, kurangnya kelompok moderat, konservatif dan bipartisan kalau diparlemen.

Urusan kabinet di-takeover oleh parpol jadi di sanalah kendalanya.

Bahkan banyak kebijakan tiba saat tiba akal yang muncul. Inilah yang merusak sistem pemerintahan. Belum lagi menteri yang diangkat Presiden Jokowi wrong man atau menteri tak menguasai bidang.

Anekdot dan alegorinnya, pakar pertanian di angkat jadi Menteri Dalam Negeri.

Hebatnya, untuk urusan economic growth atau pertumbuhan ekonomi di era Soeharto dipegang langsung Bappenas. Sedangkan saat ini tidak jelas siapa yang bertanggung-jawab apakah Menteri Keuangan, BPS, Menko Ekonomi atau siapa. Zaman orde baru dipegang oleh Bappenas. Jadi naik dan turunnya ekonomi merekalah yang bertanggung-jawab.

Jika kembali ke motede dan rumus Repelita dan Pelita makan akan konsep pembangunan akan terarah. Justru saat ini kekuatan Kementerian PU-PR lebih besar dari Kementerian Bappenas.

Direktur Political and Public Policy Studies