Cultuur Procenten

 Illustrasi/RMOLLampung
Illustrasi/RMOLLampung

NAMANYA RAA Notodiningrat II, Bupati Malang 1839-1884. Salah satu bupati tersohor di timur Jawa pada masanya.

Popularitas Notodiningrat pun nampak dari sederet penghargaan yang ia dapat dari pemerintah. Mulai dari hadiah rantai emas (1866), songsong emas (1872), dan puncaknya lencana Ridderkruis Orde van de Nederlandse Leeuw dari kerajaan Belanda tahun 1875.

Semua penghargaan itu diberikan oleh kerajaan Belanda di masa cultuur-stelsel, sebuah sistem kultivasi yang populer disebut dengan istilah tanam paksa. Kebijakan pemberian penghargaan dan hadiah itu secara resmi disebut dengan cultuur-procenten.

Notodiningrat dan beberapa penguasa lokal lainnya di nusantara diberi penghargaan dan hadiah oleh pemerintah kolonial atas prestasi mereka meningkatkan produksi tanaman yang ditetapkan kerajaan Belanda.

Notodiningrat dan para penguasa lokal sangat bangga dengan penghargaan dan hadiah yang mereka peroleh dari pemerintah kolonial, tidak peduli apakah kenaikan produksi itu bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat mereka atau tidak, yang penting dapat penghargaan hingga bisa berfoto dan dipajang di dinding-dinding kantor pemerintah kabupaten yang mereka pimpin.

Tanam paksa sudah berakhir hampir satu setengah abad lamanya, Belanda sendiri sudah pergi terbirit-birit 79 tahun yang lalu karena takut dengan kedatangan Jepang, tetapi cultuur-procenten masih tinggal bersemayam di bumi nusantara dan Notodiningrat yang baru masih terus dilahirkan.

Beberapa hari terakhir seperti biasa setiap ada sebuah isu yang menjadi pembicaraan luas di ruang publik dan Gubernur Arinal memperoleh persepsi negatif dalam perbincangan itu, tidak lama kemudian pasti ada publikasi massif tentang penghargaan yang diterima oleh Gubernur, seperti tergopoh-gopoh ingin bilang ke publik agar melupakan isu buruk tentang penyelidikan anggaran KONI dan hanya membaca berita penghargaan itu saja.

Sekarang, saya ingin mengajak pembaca bersama-sama menakar apakah secara substantif penghargaan yang diterima atas peningkatan produksi padi serupa tapi tak sama dengan penghargaan yang diterima Notodiningrat pada masa tanam paksa.

Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian RI pada Maret 2017 di portal berita bisnis.com pernah menyatakan bahwa ada beberapa indikator kesejahteraan petani: NTP (Nilai Tukar Petani), NTUP (Nilai Tukar Usaha Pertanian), Harga GKP (Gabah Kering Panen), Gini Ratio, Kontribusi dan Pertumbuhan Sektor Pertanian dalam Struktur PDRB (Produk Domestik Regional Bruto).

1) NTP dan NTUP

NTP adalah indikator yang paling representatif untuk mengukur Daya Beli Petani, sedangkan NTUP indikator untuk mengukur kelayakan usaha pertanian.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa NTP Lampung sepanjang tahun 2020 jatuh di bawah rata-rata nasional dan Sumatera, untuk pertamakalinya sejak belasan tahun terakhir NTP Lampung berada di bawah poin 100.

Dari tahun 2019 ke 2020, IB (indeks yang dibayarkan petani untuk membeli kebutuhan produksi pertanian dan konsumsi rumah tangga) di Lampung mengalami kenaikan, dari 103,71 tahun 2019 menjadi 105,93 di tahun 2020. Ini berarti ongkos produksi dan biaya hidup petani di Lampung tahun 2020 semakin mahal dan tinggi dibandingkan ongkos produksi dan biaya hidup di tahun 2019.

Di saat yang sama, IT (indeks yang diterima atas produk hasil pertanian) di Lampung justru menurun. Dari 102,09 di tahun 2019, jatuh menjadi 99,85 pada tahun 2020. Ini berarti nilai manfaat dan harga jual produk hasil pertanian petani di Lampung tahun 2020 turun lebih rendah daripada yang mereka terima pada tahun sebelumnya. 

Padahal secara nasional IT justru mengalami kenaikan, dari 104,97 di tahun 2019 menjadi 107,32 pada tahun berikutnya. Artinya ketika petani di provinsi lainnya di Indonesia menerima kenaikan harga untuk produk yang mereka hasilkan, petani di Lampung justru menerima penurunan harga.

Begitu juga dengan NTUP nya, mengalami tren penurunan yang sama seperti NTP. Angka statistik ini memberitahu kita bahwa kelayakan usaha pertanian di Lampung juga mengalami penurunan. Bertani di Lampung pada tahun 2020 lebih sulit dan cenderung menjadi lebih merugi ketimbang bertani di tahun 2019 dan tahun-tahun sebelumnya.

2) Harga GKP

Harga GKP adalah harga yang diterima oleh petani dari setiap kilogram gabah kering yang dipanen. Secara langsung harga ini berhubungan erat dengan IT (indeks yang diterima) petani dalam perhitungan NTP dan NTUP, khususnya dalam kategori tanaman pangan.

Sepanjang Januari sampai Agustus 2020, harga GKP di Lampung relatif sama dengan harga di bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Tetapi sejak September sampai Desember 2020 bahkan terus sampai ke April 2021, harga GKP di Lampung jatuh di bawah harga tahun 2019, bahkan pernah sampai anjlok lebih dari seribu rupiah perkilogramnya.

Jelas sekali terlihat bahwa kenaikan jumlah produksi padi tahun 2020 di Lampung tidak diikuti dengan stabilitas harga GKP, yang terjadi justru kejatuhan harga.

3) Gini Ratio

Koefisien Gini adalah ukuran yang dikembangkan oleh statistikus Italia, Corrado Gini, dan dipublikasikan pada tahun 1912 dalam karyanya, Variabilità e mutabilità. 

Koefisien ini biasanya digunakan untuk mengukur kesenjangan pendapatan dan kekayaan. Semakin besar angkanya berarti semakin senjang pendapatan dan kekayaan dalam populasi yang disensus, begitu pula sebaliknya. Secara umum peningkatan kesenjangan itu sendiri terjadi akibat penurunan kesejahteraan.

Gini Ratio Pedesaan di Lampung mengalami kenaikan dari 0,29 di tahun 2019 menjadi 0,30 pada tahun 2020, sementara Gini Ratio Perkotaan relatif tetap di angka 0,35. 

Jika kita masih sepakat bahwa mayoritas penduduk Lampung yang bekerja sebagai petani tinggal di pedesaan, maka peningkatan koefisien gini di pedesaan Lampung dapat menjadi gambaran kondisi kesejahteraan petaninya. Statistiknya menunjukkan bahwa pada tahun 2020 kesenjangan pendapatan dan kekayaan petani Lampung di pedesaan justru meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.

4) Kontribusi dan Pertumbuhan PDRB

PDRB adalah indikator yang lazim digunakan untuk menghitung jumlah nilai tambah dan menggambarkan kinerja perekonomian suatu daerah. Setiap sektor perekonomian atau biasa juga disebut dengan lapangan usaha dapat dihitung dan diukur berdasarkan perubahan angka PDRB nya, baik per bulan, tri wulan maupun per tahun.

Publikasi BPS Lampung terkait PDRB tahun 2019 dan 2020 menunjukkan bahwa laju kenaikan nilai tambah yang terjadi pada sektor pertanian tahun 2020 berbanding tahun 2019 mengalami penurunan dibandingkan laju kenaikan nilai tambah sektor pertanian tahun 2019 berbanding tahun 2018.

PDRB sektor pertanian berdasarkan harga berlaku di tahun 2019 naik sebesar 3,4 triliun dibandingkan tahun 2018, naik sebesar 900 milyar jika dihitung berdasarkan harga konstan tahun 2010. Dari tahun 2018 ke 2019 terjadi laju kenaikan sebesar 1,34 persen pada sektor pertanian dalam PDRB Lampung.

Pada tahun 2020 PDRB sektor pertanian berdasarkan harga berlaku naik sebesar 3,3 triliun dibandingkan dengan tahun 2019, hanya naik sebesar 445 miliar berdasarkan harga konstan 2010. Dari tahun 2019 ke tahun 2020 sektor pertanian dalam PDRB Lampung hanya mengalami laju kenaikan sebesar 0,66 persen.

Konusi

Setelah mencermati data-data statistik resmi BPS pada empat indikator di atas, kita sudah dapat memahami penghargaan yang diterima Gubernur Arinal secara lebih baik dalam perspektif kesejahteraan petani.

Ternyata, walaupun petani terbanyak di Lampung adalah petani tanaman pangan dan mayoritas dari petani tanaman pangan itu bertani padi, kenaikan produksi padi sebesar 22,47 persen dan penambahan luasan panen padi sebesar 17,46 persen pada tahun 2020 belum mampu meningkatkan daya beli petani yang dicerminkan oleh angka NTP dan NTUP di Lampung. 

Rupanya, kendatipun pada tahun 2020 luasan panen padi di Lampung meningkat lebih dari 81 ribu hektar dengan jumlah mencapai 2,65 juta ton gabah kering, peningkatan itu belum mampu memberi daya ungkit terhadap harga GKP di tingkat petani, tidak berdaya menahan kenaikan Gini Ratio di pedesaan dan belum bisa menjadi lokomotif yang mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan PDRB Lampung di tahun 2020.

Kita tunda dulu pembahasan tentang program unggulan Gubernur Arinal, Kartu Petani Berjaya (KPB) yang tiga minggu lagi akan berulang tahun sejak dilaunching secara resmi. Saya hanya berpesan kepada Prof Yusuf Barusman yang kebetulan juga menjadi pimpinan dari program KPB, setelah apa yang terjadi di KONI saya kira beliau perlu mempersiapkan diri untuk kembali disalahkan oleh Gubernur Arinal jika KPB dianggap gagal oleh publik.

Tentu saja kita harus memberi ucapan selamat kepada seluruh petani di Lampung yang telah berhasil menambah luasan panen padi dan jumlah produksi gabah kering tahun 2020 lalu, sungguh sebuah kerja luar biasa yang dilakukan di tengah situasi pandemi.

Mohon untuk terus bersabar walaupun kerja keras itu belum dapat diimbangi dengan peningkatan perolehan pendapatan dan perbaikan kesejahteraan seperti yang diharapkan. 

Kita semua mendo’akan Insha Allah situasi sektor pertanian di Lampung akan lebih baik di tahun 2021 ini agar apa yang terjadi satu setengah abad lalu di masa kolonial tidak terulang kembali; produksi tanaman meningkat, penguasa lokal mendapat penghargaan, tetapi kesejahteraan petaninya tidak membaik. 

Kita tidak ingin lagi mengulang praktek cultuur-procenten masa kolonial, kita juga tidak sudi lagi melihat Notodiningrat-Notodiningrat baru membanggakan diri dan memajang foto atas penghargaan yang belum terbukti mampu menyejahterakan rakyatnya.

Semoga Allah Tuhan Yang Maha Esa mengabulkan do’a-do’a kita semua. Aamiin.

Penulis adalah Ketua Ormas MKGR Provinsi Lampung