Jelang Muktamar ke-34, Tidak Masalah Eks HMI Pimpin NU Asal Jangan Terjebak Politik Praktis 

Ketua Harian Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah (PPKN), Cecep Muhammad Yasin/Ist
Ketua Harian Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah (PPKN), Cecep Muhammad Yasin/Ist

Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) akan digelar tidak lama lagi. Sejumlah Cabang NU, kabarnya sudah meminta PBNU segera menggelar Munas dan Konbes bulan ini yakni 25-26 September 2021. Bahkan bukan tidak mungkin, Muktamar ke-34 berlangsung Oktober atau akhir tahun 2021.


Namun hiruk pikuk calon Ketum PBNU menjadi berbincangan karena adanya kemungkinan calon ketua dari eks HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) yang dinilai dekat dengan Ormas Muhammadiyah.

Menanggapi hal ini, Ketua Harian PPKN (Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah), Cecep Muhammad Yasin (Gus Yasin) memahami jika ada yang alergi dengan eks HMI. 

“Hari ini, kita saksikan sejumlah kader NU sangat galau. Mereka takut jangan-jangan eks HMI yang memimpin Nahdlatul Ulama. Bahkan, sejumlah nama sudah masuk daftar inventarisasi. Intinya, jangan sampai mereka memimpin NU. Padahal tidak sedikit kader eks HMI yang berada di PBNU. Dan mereka sangat potensial membesarkan NU,” tegas Gus Yasin dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Selasa (14/9).

Alumni PP Tebuireng menilai bahwa bila eks HMI yang memimpin NU, bisa jadi akan lebih kompak dengan Muhammadiyah, sebagaimana yang sudah-sudah.

“Dalam sejarahnya, NU dan Muhammadiyah itu rukun. Cuma ada oknum-oknum yang sok pintar ingin warga nahdliyin membenci Muhammadiyah. Itu saja,” kata Gus Yasin.

Gus Yasin menambahkan, saat ini banyak kader NU di HMI yang hebat-hebat. Termasuk mereka yang sekarang di PBNU. 

“Prof Mahfud MD, itu KAHMI. Prof M Nuh dinilai lebih dekat dengan HMI, KH Yahya Staquf juga dikenal eks HMI. Termasuk Gus Ipul (Drs H Saifullah Yusuf red) mantan Wagub Jatim, mantan Ketua Umum PP GP Ansor, eks HMI,” urai pengacara senior asal Kediri ini.

Justru tantangan NU ke depan, lanjut Gus Yasin, sangat berat. Yakni Ormas NU harus berdiri tegak dan tidak anut gubyuk (larut) berpihak kepada pemerintah. 

Harapannya, pengurus NU jangan lagi menunjukkan prilaku politik praktis di mana politik sekarang ukurannya uang dan kekuasaan.

“Tidak masalah eks HMI memimpin PBNU. Yang penting, NU jangan terjebak di politik praktis. Sebab itu akan berbahaya. NU harus konsisten dengan politik kebangsaan,” tandasnya.