Pemilihan Direktur Poliwangi Disebut Sarat Praduga Negatif

Kampus Politeknik Negeri Banyuwangi/RMOLJatim
Kampus Politeknik Negeri Banyuwangi/RMOLJatim

Proses pemilihan direktur Politeknik Negeri Banyuwangi (Poliwangi) disebut sarat praduga negatif. Stempel itu ditujukan terhadap panitia pelaksana dan jajaran senat kampus pelat merah itu.


Poliwangi merilis ada 3 orang bakal calon (balon) yang nantinya akan diajukan kepada Kemendikbud-Ristek. Di antaranya, M Shofiul Amin, S.T., M.T; Hadi Supriyanto, S.T., M.T; Alfin Hidayat, S.T., M.T. yang ditetapkan berdasarkan berita acara rapat tertutup senat Poliwangi yang beranggotakan 14 orang.

Namun, sebelum ditetapkan 3 nama bakal calon direktur Poliwangi itu, hasil popular polling sempat digelar, dengan 175 voters dari 209 responden.

Hasilnya, ketiga balon direktur Poliwangi menempati posisi 2, 4, dan 5. Dengan rincian, Shofiul Amin mendapat 50 voters atau 29 persen, Hadi Supriyanto 6 voters atau 10 persen, dan Alfin Hidayat 6 voters atau 3 persen. 

Sedangkan, posisi pertama ditempati Dr Zaenal Arif, S.T., M.T dengan perolehan 67 suara atau 38 persen dan posisi ketiga ada nama M Fuad Al Haris, S.T., M.T yang mendapat 42 suara atau 24 persen dukungan. Meski keduanya berada di posisi 1 dan 3 teratas berdasarkan aspirasi civitas akademika, mereka tidak masuk dalam penyaringan yang ditetapkan senat kampus Poliwangi.

Menyikapi hal itu, aktivis Sosial Politik, Danu Budiyono menduga bahwa proses yang dilakukan senat yang berjumlah 14 orang itu hanya berdasarkan like and dislike, pengkondisian hingga transaksional, sehingga patut diduga sarat praduga negatif.

Betapa tidak, kandidat yang didukung oleh mayoritas civitas akademika melalui popular polling tidak dijadikan pertimbangan oleh anggota senat kampus.

"Kemungkinan terjadi transaksi dan kesepakatan di internal anggota senat yang tentunya menjadi opini publik yang tidak bisa dihindari. Apakah itu bagi-bagi jabatan atau mungkin ada nilai finansial tertentu, publik membacanya begitu," papar Danu dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Rabu (15/9).

Idealnya, senat harus memiliki standar atau kriteria khusus yang dijadikan acuan untuk menetapkan balon direktur Poliwangi, semisal berdasar skoring. Yang terjadi, disebut Danu, bahwa calon yang memiliki dukungan mayoritas melalui polling kalah dengan nama yang mendapat dukungan paling rendah dari responden.

"Maka, wajar bila mayoritas responden beranggapan buat apa ada polling jika hasilnya sama sekali tidak dijadikan pertimbangan dalam menentukan bakal calon yang ditetapkan," kata Danu.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua Panitia Pildir Poliwangi periode 2021-2025, Masetya Mukti mengatakan, bahwa selama proses penjaringan hingga penyaringan Balon Direktur Poliwangi tidak ada mekanisme yang dilanggar.

"Kalau mengacu mekanisme popular polling itu diluar agenda resmi Pildir. Lalu, kenapa diadakan, memberikan ruang aspirasi kepada seluruh sivitas akademika sebagai bahan masukan dan pertimbangan, bukan intervensi masing-masing anggota senat," ujar Mukti.

Dalam menentukan bakal calon direktur, lanjutnya, ada dua mekanisme yang bisa dilakukan anggota senat Polowangi, yakni musyawarah mufakat atau voting dalam rapat tertutup senat.

Setelah melalui proses penyaringan, sehingga terpilih bakal calon dilanjutkan dengan proses pemilihan direktur. Memilih satu calon direktur dengan mekanisme rapat tertutup senat.

"Bedanya waktu pemilihan itu, porsi suara 65 persen, 35 persennya adalah suara dari menteri. Di dalamnya, itu tidak ada intervensi sama sekali dengan agenda diluar Pildir (pemilihan direktur), yang salah satunya adalah popular polling," sebut Mukti.