Lembaga Desa dan Visi Desa Peduli Pemilu

Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net

MENJELANG rencana pemilu serentak tahun 2024, KPU saat ini telah meluncurkan program desa peduli pemilu/pemilihan yang diharapkan dapat menjadi sarana dalam melakukan pendidikan pemilih kepada masyarakat.

Dengan tujuan jangka panjang untuk meningkatkan partisipasi pemilih pada pemilu dan pilkada yang mengedepankan desa sebagai basis penggerak atau penggugah kesadaran politik masyarakat.

Hal itu diharapkan dapat menjadi terobosan KPU dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas pemilih serta dapat menjadi sarana edukasi masyarakat terhadap pencegahan penyebaran hoaks, praktek politik uang dan Isu SARA yang banyak terjadi pada saat menjelang pemilu 2019.

Diketahui menurut sumber dari Kementerian Komunikasi dan Informasi mencatat ada identifikasi 62 konten hoaks yang terjadi pada pelaksanana pemilu 2019. 

Tentunya jika melihat visi KPU dalam konteks Desa Peduli Pemilu dapat kita maknai bahwa desa merupakan subjek dari sebuah pencapaian, sehingga desa disiapkan menjadi garda terdepan dalam memetakan dan melaksanakan program tersebut.

Maka, terbentuk sebuah proses pendidikan pemilih yang berkelanjutan serta terprogram, visi itu seperti gayung bersambut seiring dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 yang memberikan desa kewenangan hukum untuk mengelola pemerintahannya sesuai dengan hak asal usul, subsidaritas dan recognisi.

Bukan hanya itu dengan diterbitkanya undang undang tersebut juga memberikan akses sepenuhnya kepada masyarakat desa untuk ikut serta secara aktif dalam pembangunan desa melalui asas demokratisasi desa. 

Undang-undang tersebut juga telah memberikan penguatan terhadap lembaga lembaga desa untuk mengambil peranan penting dalam proses pembangunan desa sehingga lembaga desa ini dapat dimanfaatkan untuk penguatan pendidikan pemilih di tingkatan desa.

Optimalisasi Lembaga Desa dalam Program Desa Peduli Pemilihan

Terobosan KPU dalam melakukan pendidikan pemilih dengan metode pembasisan dan pelibatan desa sebagai mitra kerja harus diapresiasi serta didukung secara penuh sebagai road map untuk mempersiapkan pelaksanaan tahapan pemilu 2024 mendatang.

Dimana sesuai yang direncanakan design pemilihannya akan bersamaan antara pemilu dan pemilihan kepala daerah, tentunya dengan pelibatan desa tersebut KPU berupaya untuk memetakan potensi rawan terjadinya permasalahan krusial.

Adapun permasalahan yang menjadi catatan diantaranya ialah yang berhubungan dengan isu isu pelaksanaan pemilu dan dinamika politik, potensi daerah rendah partisipasi, potensi respon Informasi dan potensi lainya yang menyangkut dengan persiapan pelaksanan pemilu baik secara teknis dan non teknis.

Hal tersebut juga perlu dukungan semua pihak termasuk mengoptimalkan lembaga desa sebagai mitra program desa peduli pemilihan, walaupun KPU sudah merancang program tersebut dengan pembentukan kelompok kerja seperti agen sosialisasi akan tetapi hal tersebut juga harus mendapatkan dukungan pihak lain dalam mewujudkan pendidikan pemilih berkelanjutan. 

Dalam hal ini harus ada peran lembaga kemasyarakatan desa di dalamnya karena keberadaanya memiliki pengaruh dalam kehidupan sosial masyarakat desa serta memilik jaringan yang luas dalam satu desa tersebut.

Salah satu faktor rendahnya partisipasi pemilih adalah kejenuhan masyarakat pada situasi politik dan ekonomi yang sebagiannya belum mengalami perubahan signifikan, dimana bagi sebagian masyarakat pemilu atau pilkada adalah ajang pesta elit poitik dalam meraup dukungan akan tetapi abai pada saat terpilih.

Sehingga untuk mengembalikan 'kepercayaan' pada masyarakat maka perlu kelompok yang memiliki kedekatan emosional dan historis di lingkungan masyarakat yaitu lembaga kemasyarakatan desa, secara umum sebagian besar yang masuk dalam lembaga tersebut adalah para tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan tokoh agama yang memiliki pengaruh selain. 

Pendidikan Pemilih Melalui Isu Sektoral Lembaga Desa

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa salah satu faktor rendahnya partisipasi pemilih selain minimnya pendidikan politik adalah karena kejenuhan masyarakat terhadap elit politik dan janji politik yang tidak dapat direalisasikan.

Sehingga masih ada yang beranggapan bahwa pemilu merupakan ajangnya elit politik untuk mendapatkan dukungan bukan merupakan konversi kepentingan masyarakat. 

Untuk mengembalikan hal itu semangat memilih terlebih dahulu harus menginventaris permasalahan sektoral lembaga desa sebagai bahan melalukan pendidikan pemilih, seperti misalnya dalam bidang pertanian atau Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN).

Dimana permasalahan yang kerap muncul  adalah terkait harga gabah, harga pupuk, irigasi dan insfratruktur pertanian, begitupun dalam lembaga desa yang bergerak dalam sektor kesehatan yang fokus terhadap permasalahan dominan dalam pencegahan stunting, gizi buruk, juga harus memahami bahwa permasalahan tersebut.

Itu semua dapat dikonversikan melalui pemberian hak politik dalam pelaksanaan pemilu, isu dan permasalahan tersebut juga dapat menjadi term dan materi pendidikan pemilih bahwa memberikan hak suara pada saat pemilihan bukan hanya sekedar formalitas memilih calon akan tetapi mengawal program program yang dibutuhkan oleh masyarakat secara luas.

Sehingga jika elektoral adalah sebuah sistem yang berkelanjutan maka harus ada pola dan metode yang berkelanjutan untuk mendekatkan masyarakat diantaranya adalah dengan optimalisasi lembaga lembaga desa yang diharapkan menjadi terobosan dalam mengawal proses demokrasi sampai tingkatan desa.

Dede Irawan

Divisi Pendidikan Pemilih DEEP Indonesia