Bagaimana Meningkatkan Penjualan BBM Pertamina ?

Ilustrasi/Ist
Ilustrasi/Ist

PENJUALAN Pertamina terus merosot. Apakah nanti suatu masa benar benar penggunaan BBM akan hilang? Apakah asap knalpot yang memenuhi jalan jalan akan benar benar hilang dalam waktu tak lama lagi? Atau Pertamina punya cara menggenjot penjualan BBM lagi? Banyak pertanyaannya.

Coba bayangkan Tahun 2018 penjualan BBM Pertamina senilai 58 miliar dolar, Tahun 2019 penjualan Pertamina senilai  54 miliar dolar. Lalu Tahun 2020 senilai 41 miliar dolar. Penurunan penjualan berturut turut turut ini menurukan pendapatan pertamina dibandingkan 2018 adalah senilai  17 miliar dolar, atau senilai 250 triliun. Dahsyat ya!

Pertamina tentu berusaha sekuat tenaga meningkatkan penjualan, tapi nampaknya dirut belum mampu memahami bagaimana meningkatkan penjaualan di era covid, era digitalisaai dan era perubahan iklim menjadi isue utama dunia. Ketiga masalah ini datang serempak menghantam dunia, memaksa semua perusahaan memgubah strategi mereka, termasuk perusahaan negara.

Memang satu satunya yang meningkat di Pertamina dalam 3 tahun terakhir adalah utang Pertamina yang memlningkat 7,1 miliar dolar atau senilai Rp. 100 triliun lebih. Peningkatan utang dalam waktu singkat yang belum pernah terjadi dalam sejarah Pertamina. Masalah muncul peningkatan namun terjadi di saat penurunan penjualan Pertamina.

Lalu bagaimana merasionalisasikan secara bisnis? Ketika peningkatan penjualan sendiri praktis tanpa harapan. Dunia migas dihadapkan oleh covid yang pasti akan mengurangi aktifitas masyarakat keluyuran, digitalidasi yang pasti akan mengefisiensikan moda produksi masyarakat, sekolah dan rapat rapat yang boros tak diperlukan, dan  climate change yang pasti akan menghentikan pembiayaan sektor energy fosil termasuk minyak.

Hal ini menghadapkan pertamina pada tiga tuntutan sejarah, pertama, bagaimana membayar utang utang makin menggunung, kedua bagaimana melakukan transisi energi dalam merespon climate change atau perubahan iklim dan ketiga  bagaimana memaksimalkan digitalisasi, transparansi, yang menjadi problem terbesar pertamina puluhan tahun, sehingga digitalisasi dan transparansi tidak boleh ambyar lagi.

Penulis adalah peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI).