AHY Minta Kader dan Pengurus Bersikap Awas Gerakan Moeldoko CS

Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurthi Yudhoyono/Repro
Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurthi Yudhoyono/Repro

Upaya pendongkelan yang masih diupayakan kubu Moeldoko Cs terhadap Partai Demokrat kepemimpinan Agus Harimurthi Yudhoyono. Seluruh pengurus serta kader di seluruh Indonesia diinstruksikan untuk setia dan waspada.


Sekretaris Jendral (Sekjen) DPP Partai Demokrat, Teuku Riefky Harsya memeastikan narasi-narasi yang dibangun Moeldoko Cs tidak benar.

"Tidak ada konflik internal, apalagi dualisme kepemimpinan Partai Demokrat. Partai Demokrat yang diakui pemerintah hanya satu, pimpinan Ketum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)," ujar Riefky Harsya Kamis malam (7/10), dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL.

Riefky Harsya memastikan, instruksi sudah dikeluarkan DPP dalam bentuk surat yang ditandatangani dirinya atas nama Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurthi Yudhoyono, kepada jajaran pengurus serta kader di pusat maupun daerah.

Dalam instruksi tersebut, Riefky Harsya menyebutkan poin seruan kepada para pengurus dan kader untuk memantau serta mengawasi penggunaan atribut-atribut Partai Demokrat secara ilegal.

"Mengimbau agar seluruh elemen partai untuk merespons dengan cepat dan tepat berbagai perkembangan yang terjadi khususnya terkait acara pertemuan, konferensi pers, kehadiran di sidang pengadilan dan kegiatan-kegiatan lain dimana atribut Partai Demokrat dipakai oleh mantan kader, terutama mereka yang telah dipecat karena terlibat kudeta dalam Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat (GPK-PD)," jelasnya.

Untuk selanjutnya, Riefky Harsya menyatakan bahwa para pengurus dan kader diminta melaporkan penyalahgunaan atribut tersebut pada pihak yang berwajib dengan pasal pelanggaran hak cipta, serta melaporkannya juga pada tim Satgas DPP Partai Demokrat.

"Meski berada di luar pemerintahan, Partai Demokrat dan Ketum AHY terus memperoleh kenaikan elektabilitas yang konsisten dalam berbagai survei. Kenaikan tren itu dimanfaatkan oleh oknum penguasa, untuk mengambil alih Partai dan menjadikannya sebagai kendaraan politik menuju ajang kontestasi di tahun 2024," tuturnya.

Upaya pengambilalihan itu. lanjut Riefky Harsya, terjadi sejak 1 Februari 2020, dengan memanfaatkan sejumlah mantan kader yang telah dipecat. Namun nyatanya, pemerintah menolak mengesahkan hasil KLB ilegal yang diselenggarakan Moeldoko Cs.

"Penolakan pemerintah terhadap KLB ilegal itu sempat membuat lega masyarakat, khususnya elemen-elemen masyarakat sipil, ditengah terus turunnya kualitas demokrasi dan kebebasan sipil di Indonesia," tuturnya.

Tapi, disebutkan Riefky Harsya, pihak KLB ilegal yang didukung dan melibatkan Moeldoko selaku Kepala Kantor Staf Presiden (KPS) rupanya belum jera, dan kini mencoba upaya hukum kembali ke mahkamah Agung (MA) dengan menggandeng advokat Yusril Ihza Mahendra menggugat AD/ART Partai Demokrat, walaupun di tengah jalan satu persatu pendukungnya rontok.

"Upaya hukum yang melibatkan Yusril Ihza Mahendra ini juga dikritik para ahli hukum dari berbagai kampus di Indonesia karena tidak cermat, mengandung kesalahan logika (logical fallacy) sehingga berpotensi menimbulkan kekacauan hukum (legal anarchy), yang justru bisa menjadi bumerang bagi upaya pemulihan ekonomi yang sedang dilakukan pemerintah," tandas Riefky Harsya.