Tarik Ulur Jadwal Pemilu 2024

Ilustarsi/net
Ilustarsi/net

INI menyangkut pemilihan presiden (Pilpres) dan pilihan legislatif (Pileg). Sebelumnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan pada 21 Februari 2024. Belakangan pemerintah mengusulkan jadwalnya mundur menjadi 15 Mei 2024. Alasannya, persoalan stabilitas nasional.

Tidak jelas apa yang dimaksud dengan stabilitas nasional. Mungkin yang dimaksud kalau terlalu lama jarak antara pilpres dengan pelantikan presiden, akan ada kegamangan dari presiden yang sedang menjabat. Jika Pilpres dilaksanakan pada Februari 2024 dan berlangsung satu putaran saja, maka akan ada "dua" presiden selama tujuh bulan. Yakni, presiden terpilih dan presiden yang sedang menjabat.

Tapi jelas tidak ada dualisme kepresidenan. Presiden terpilih tidak punya kewenangan apapun sebelum dilantik dan pemerintahan tetap dijalankan oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi sampai habis masa jabatannya. Di semua demokrasi selalu ada masa tunggu bagi presiden terpilih sampai saatnya pelantikan.

Persoalannya adalah ada satu lagi agenda kenegaraan yang juga penting, yaitu Pilkada serentak yang sudah dijadwalkan pada 27 November 2024. Memundurkan jadwal pemilu ke bulan Mei artinya membuat tahapan penyelenggaraan Pilpres dan Pileg beririsan dengan tahapan penyelenggaraan Pilkada serentak. Apalagi jika Pilpres berlangsung dua putaran.

Juga, pencalonan calon kepala daerah untuk Pilkada telah disepakati menggunakan hasil Pemilu 2024. Kalau tahapan Pileg dan Pilpres 2024 dan Pilkada serentak terlalu mepet, saya kuatir KPU akan kesulitan untuk menyelenggarakannya dengan baik. There is no room for error. Salah sedikit, jadwal dan tahapan Pilkada serentak bisa kacau.

Yang perlu ditegaskan adalah "hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara pemilu ditetapkan dengan keputusan KPU." Begitu bunyi UU Pemilu 2017. Kalaupun ada usulan dari Pemerintah atau DPR RI, bahkan masyarakat, semua itu sekedar usulan. Bagian dari konsultasi KPU dengan stakeholdernya.

Penulis adalah Sekretaris Majelis Partai Demokrat