Airlangga Hartarto, Rem Pol Gas Pol

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto saat kunjungan kerja ke Sulawesi Selatan beberapa waktu lalu/Repro
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto saat kunjungan kerja ke Sulawesi Selatan beberapa waktu lalu/Repro

KUBURAN kini sepi jenazah Corona. Pengelola kuburan Rorotan, Jakarta Utara, Rubianto kepada pers, Sabtu (9/10/21) mengatakan: "Sudah tiga hari ini, nihil.  Tak ada jenazah Corona. Kami bersyukur."

Saat ia mengucap syukur, wajahnya kelihatan murung. Kontradiktif dengan ucapannya. Mungkin, kemurungan itu karena, pemakaman jenazah Corona ada tunjangan dana khusus. Yang berarti, kini hilang.

Tapi, bisa jadi ia memang bersyukur lahir-batin. Cuma, tipe wajahnya seperti murung.

"Padahal, bulan Juli lalu sehari antre sampai lebih dari 200 jenazah," kata Rubianto.

Petugas berpakaian hazmat sudah tidak kelihatan lagi di kuburan khusus Corona itu.

Di Jakarta, selain Rorotan ada empat lainnya. Yakni TPU Dukuh, Jakarta Timur. TPU Srengseng Sawah 2, Jakarta Selatan. TPU Bambu Wulung, Jakarta Timur. TPU Tegal Alur untuk non muslim di Jakarta Barat.Berdasarkan data Humas BNPB, kematian akibat Corona se- DKI Jakarta terus turun dalam sepekan terakhir. Berikut datanya:

2 Oktober: (5). 3 Oktober: (5). 4 Oktober: (1). 5 Oktober: (3). 6 Oktober: (2). 7 Oktober: (1). 8 Oktober: (0).

Airlangga Hartarto Seolah Jadi Pilot

Pandemi Corona, problem sulit tingkat internasional. Sebab, fenomena baru manusia. Pilihan hanya dua: Berdiam di rumah terhindar dari Corona, tapi kelaparan. Atau tetap ektivitas, bersosialisasi mencari nafkah, dengan risiko kena Corona, lalu mati.

Inti dua pilihan itu: Ngerem  (pergerakan manusia) total. Ataukah ngegas, bebas merdeka.

Tindakan pragmatis negara-negara maju: Lockdown. Rem total. Berbiaya sangat tinggi. Negara menanggung hajat hidup seluruh warganya. Industri colapse. PHK masal. Perekonomian hancur. Yang, diharapkan kelak, setelah pandemi usai, bisa dibangun lagi.

Indonesia memilih cara unik. Presiden RI Joko Widodo menetapkan tiga target: Rakyat harus sehat. Tetap bekerja. Ekonomi harus tumbuh. Gagasan ideal, tapi awalnya terbayang: Nyaris mustahil.

Diterbitkan Peraturan Presiden RI nomor 82 tahun 2020 tentang Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN). Ditanda-tangani Presiden Jokowi, 20 Juli 2020.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto ditunjuk presiden jadi ketua. Sekaligus ditentukan anggota tim pendukung.

Airlangga Hartarto mendapat tugas yang ‘nyaris mustahil’. Ibarat pilot pesawat berlogo KPCPEN, Airlangga Hartarto harus: Ngerem, sekaligus ngegas.

Airlangga Hartarto dibantu co-pilot, enam Menko dan Menteri: 1) Menko Maritim dan Investasi. 2) Menko Polhukam. 3) Menteri Keuangan. 4) Menteri Kesehatan. 5) Menteri Dalam Negeri.

Didukung tiga pelaksana harian: 1) Ketua Pelaksana: Menteri BUMN. 2) Ketua Satgas Penanganan Covid-19: Kepala BNPB. 3) Ketua Satgas PEN : Wamen 1 BUMN.

Mereka semua berada di bawah satu komando, selaku pengarah jalur pesawat: Presiden RI Joko Widodo.

Sebagai ilustrasi, virus Covid-19 ditemukan di Provinsi Wuhan, China, akhir Desember 2019. Warga dunia menyatakan itu sebagai pandemi pada Februari 2020. Dan, Indonesia pada Maret 2020.

Artinya, ada jeda sekitar tiga bulan antara penetapan status pandemi, dengan terbitnya peraturan KPCPEN. Badai Corona menerjang manusia di bumi, yang belum pengalaman, membuat Indonesia juga terkejut. Bingung.

Terkejut - bingung itu tampak pada pertumbuhan ekonomi. 2020, year on year:

Kuartal I ekonomi kita tumbuh 2,97 persen. Meski saat itu warga dunia, khususnya China, bingung oleh badai Corona, kita tenang-tenang saja. Warga kita bergerak bebas. Sehingga ekonomi tumbuh segitu.

Kuartal II langsung terjun bebas, minus 5,32 persen. Inilah efek dari terkejut, bingung, plus panik. Gerakan warga mulai dibatasi pemerintah. Sebaliknya, warga panik. Kelas menengah - atas melakukan ‘quiet and see’. Menahan diri tidak beli-beli. Waspada. Padahal, salah satu indikator ekonomi tumbuh, ya... dari ‘beli-beli’ itu. Sehingga, dampaknya minus segitu.

Kuartal III, lagi, minus 3,49 persen. Warga mengira, badai Corona cepat berlalu. Menduga, sikap ‘quiet and see’ tidak-lah lama. Yang ternyata pandemi tambah parah. Sehingga warga tidak kuat terus-terusan ‘quiet’. Lalu sedikit-sedikit dikendorkan, dengan beli-beli.

Pada tahap ini, pesawat KPCPEN baru mulai mengudara. Pilotnya masih kagok. Antara ngerem dan ngegas. Masih geragapan. Tapi sudah mengudara. Gabungan sikap warga dan manuver pilot KPCPEN, menghasilkan minus, yang tak separah sebelumnya.

Kuartal IV, ternyata masih, minus 2,19 persen. Warga, mau tak mau, harus belanja untuk hidup. Pilot KPCPEN sudah mulai paham, kapan ngegas, kapan ngerem. Alhasil, minusnya berkurang dibanding periode sebelumnya.

Kuartal IV, ternyata masih, minus 2,19 persen. Warga, mau tak mau, harus belanja untuk hidup. Pilot KPCPEN sudah mulai paham, kapan ngegas, kapan ngerem. Alhasil, minusnya berkurang dibanding periode sebelumnya.

2021, year on year, kuartal I, astaga... masih juga minus 0,74 persen. Empat kali minus, Bung. Matek aku.

Memang, minusnya sudah agak mending. Tapi minus. Tensi galau anak bangsa, terus naik. Meski kondisi sulit ini dialami seluruh dunia, warga Indonesia tidak mau tahu. Maunya hidup enak.

Melalui medsos, warga mengumbar emosi. Ditunggangi politikus busuk, hoaks-hoaks berhamburan. Menggoyang laju pesawat KPCPEN.

Di tahap itu, menjelang Lebaran. Suatu kondisi menakutkan. Gerakan mudik ratusan juta manusia. Berdesak-desakan. Membuat benda mikroskopik virus Corona bertebaran dari orang ke orang. Terbayang kondisi India: Ratusan mayat Corona dibuangi ke Sungai Gangga, setiap hari. Mengerikan.

Untungnya, pengarah jalur pesawat, Presiden Jokowi, juga seluruh tim kendali pesawat, tetap tenang. Walaupun, tenang saja tidak cukup. Harus ada gerakan strategis. Harus inovasi. Pada target yang ‘nyaris mustahil’ ini.

Muncul-lah ucapan fenomenal Presiden Jokowi: Warga dilarang mudik. Sedangkan di saat lain, membolehkan orang pulang kampung. Mudik stop. Pulang kampung boleh.

Heboh... Pernyataan itu sangat menyenangkan publik, sebagai bahan olok-olok. Di rumah-rumah, di warung-warung, dan terutama di medsos. Orang mengolok-olok presiden pilihan rakyat: “Mudik stop, Pulkam boleh.”

Meskipun, secara konotatif, dua kalimat itu beda. Mudik dikonotasikan sebagai: Pulang kampung (hanya) di waktu Lebaran. Sedangkan, 'Pulang kampung' bisa sewaktu-waktu.

Tapi, tetap saja publik menjadikan itu sebagai topik gurauan.

Tak banyak yang tahu. Sebenarnya, Jokowi sedang berakrobat. Mengarahkan pesawat: Rem pol, gas pol.

Akibat di masyarakat, arus mudik berlangsung, secara mengendap-endap. Ada blokade di jalan besar, warga pencar. Masuk jalan-jalan tikus. Bahkan, warga daerah merangsek Jakarta, sehingga lokasi wisata Ancol sangat ramai, penuh manusia.

Dengan begitu, warga kelas menengah - bawah, beli-beli.

Coba bayangkan, seandainya Presiden Jokowi menyatakan: Mudik - Pulkam, stop. Rem pol. Apa jadinya?

Sekarang, dengan gas pol rem pol, yang terjadi begini: Warga menengah - atas sudah melonggarkan ‘quiet and see’. Di kelas menengah - bawah, euforia beli-beli.

Tak pelak. Kuartal II 2021 year on year, jadi positif. Nggak tanggung-tanggung: 7,07 persen. Keberhasilan luar biasa.

Itu ada harganya. Di awal Juli 2021 jumlah kasus Corona meroket. Tertinggi pada pertengahan Juli 2021. Pertambahan jumlah kasus per hari 54.240. Semua panik. Semua takut. Untung, vaksinasi sangat gencar.

Coba bayangkan, simulasi seandainya mudik dan pulkam boleh. Bebas. Gas pol. Apa jadinya?

Memang. Pertumbuhan ekonomi, tidak hanya faktor ‘beli-beli’ itu saja. Ditunjang banyak hal. Ekspor tumbuh (year on year) 31,78 persen. Konsumsi rumah tangga tumbuh 5,93 persen. Penjualan eceran tumbuh 11,62 persen. Indeks Keyakinan Konsumen di level 104,42. Investasi tumbuh 7,54 persen. Belanja modal dari APBN naik 45,56 persen.

Itu didukung konsumsi pemerintah tumbuh 8,06%. Oleh belanja barang dan jasa yang naik 82,1 persen, dan belanja pegawai tumbuh 19,79 persen.

Fakta, bahwa seluruh tim kendali pesawat KPCPEN berkontribusi penuh. Mendukung pilot, mengikuti arahan pengarah jalur, Presiden Jokowi.

Tak kalah penting, angka 7,07 persen itu bertumpu pada basis yang rendah (low-base effect). Dibanding pertumbuhan negatif pada kuartal II 2020, yang minus 5,32 persen.

Artinya, tumpuannya rendah. Sehingga naik sedikit saja, angka kenaikan jadi besar. Ini sekaligus menjawab rumor ketidak-percayaan publik terhadap angka 7,07 persen. Yang seolah-olah tidak murni.

Perkerjaan tim yang sulit tingkat internasional, masih dipersulit suara publik melalui medsos.

Kendati, tim pesawat KPCPEN bekerja, berusaha tidak terpengaruh olok-olok publik. Walaupun, seandainya semua rakyat mendukung, tentu hasil kerja pemerintah bakal lebih baik.

Pastinya, tim kendali pesawat sudah bekerja kompak dan solid. Apalagi, pilotnya ‘menjiwai’ tugas pengendalian Corona. Sampai-sampai sang pilot positif Corona pada Desember 2020.

Berjiwa komandan, sang pilot Airlangga Hartarto jadi pendonor konvalesen pada Kamis, 21 Januari 2021. Berharap diikuti penyintas yang lain. Demi menolong nyawa pasien Corona. Demi kemanusiaan.

Bagaimana perekonomian Indonesia selanjutnya?

Jawabnya, tim pesawat KPCPEN sudah menemukan pola. Menentukan strategi. Sekaligus action. Dalam harmoni teamwork.

Pilot pesawat, Airlangga Hartarto, di bawah arahan Presiden Jokowi, melancarkan enam manuver, berikut ini:

1. Kebijakan subsidi Pajak Kendaraan

2. Kebijakan kelonggaran perbankan.

3. Kebijakan ekspor dan impor

4. Kredit Murah bagi UMKM

5. Kebijakan Investasi

6. Kebijakan sosial bertahan hidup

Dengan itu semua, Menteri Keuangan, Sri Mulyani (co-pilot pesawat KPCPEN) memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal III 2021, year on year: Batas bawah 4 persen, batas atas 5,7 persen. Pada beberapa bulan sebelumnya dia prediksi 4 persen. Mentok.

Artinya, rasa percaya diri Tim Kendali Pesawat ikut tumbuh, seiring pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lalu. Dan selanjutnya.