Konsep Ideal Badan Peradilan Khusus Pemilu

Ilustrasi Pemilu/Net
Ilustrasi Pemilu/Net

WACANA Badan Peradilan Khusus Pemilihan yang menangani sengketa hasil Pemilihan kembali digulirkan. Alasan konkretnya adalah penetapan tanggal Pemilu Serentak Nasional telah ditetapkan tetapi Badan Peradilan Khusus Pemilihan yang diamanatkan Pasal 157 UU 1/2015 hingga saat ini belum jelas bentuk dan wujudnya.

Padahal dari tanggal pemilihan serentak nasional yang telah ditetapkan tersebut Pemerintah tinggal memiliki waktu 3 tahun lagi.

Konsep Ideal

Sebelumnya, penyelesaian perkara terkait dengan sengketa hasil ini, yang nantinya akan menjadi kewenangan Badan Peradilan Khusus Pemilihan, dilakukan secara sementara oleh Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi adalah sebuah Lembaga Kekuasaan Kehakiman yang tugas dan wewenangnya diatur oleh UUD NRI 1945 dan UU Kekuasaan Kehakiman.

Penjelasan ini perlu disampaikan untuk menggugurkan ide pembentukan badan baru yang level kewenangannya tidak setingkat, yang mencontoh Uruguay, Panama, Guatemala, dan Nikaragua dengan mendirikan lembaga yang otonom dan independen dari kekuasaan manapun.

Skenario Pertama

Berkaca pada hal tersebut artinya, dengan mengedepankan prinsip equality before the law, Badan Peradilan Khusus Pemilihan yang hendak dibentuk Pemerintah idealnya adalah Lembaga yang setingkat dengan Mahkamah Konstitusi.

Lembaga tersebut harus menjadi bagian kekuasaan kehakiman yang nantinya hakim di lembaga tersebut secara khusus diberi wewenang untuk memeriksa dan mengadili persoalan sengketa hasil Pemilihan.

Contoh paling ideal dari Badan Peradilan Khusus Pemilihan yang setingkat kewenangannya dengan kewenangan kekuasaan kehakiman adalah The Electoral Court yang ada di Meksiko. Pengadilan ini memiliki keabsahannya sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman pada tahun 1993 ketika secara resmi dimasukkan ke dalam Konstitusi Meksiko sejajar dengan pengadilan resmi lainnya.

Pasal 94 Konstitusi Meksiko menyebutkan bahwa The judicial power of the United Mexican States is vested in a Supreme Court of Justice, an Electoral Court, specialized circuit courts, unitary circuit courts and the district courts. (Kekuasaan Kehakiman Negara Meksiko Serikat dipegang oleh Mahkamah Agung, Pengadilan Pemilihan,.....).

Di tahun 2007 Pengadilan Pemilihan Umum Federal Meksiko berkembang dan telah memiliki lima pengadilan permanen di berbagai regional yakni di Guadalajara, Monterrey, Xalapa, Mexico City dan Toluca. Kota-kota ini juga merupakan pusat administrasi dari lima daerah pemilihan.

Secara kewenangan diketahui Pengadilan Pemilihan di Meksiko, berdasarkan Pasal 99 Konstitusi Meksiko, memiliki kewenangan yang luas. Pengadilan Pemilihan di Meksiko tidak hanya mengadili persoalan Pemilu seperti hak untuk memilih, hak untuk dipilih, hak untuk bebas bergabung dengan partai, hak untuk berkumpul secara damai, tetapi juga persoalan yang ada di dalam lembaga National Electoral Institute (Lembaga setara KPU di Indonesia).

Pembuatan Badan baru yang memiliki kewenangan setingkat kekuasaan kehakiman seperti di Meksiko, memang membutuhkan upaya yang cukup panjang.

Pertama, harus melakukan Amandemen terhadap UUD NRI 1945, kedua, perlu mengubah UU 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan ketiga, melakukan seleksi hakim serta mempersiapkan sarana dan prasana tempat mereka melaksanakan tugasnya.

Jika sebelum 3 (tiga) tahun upaya itu dirasa dapat dikejar maka skenario pertama bukanlah menjadi suatu masalah untuk diwujudkan.

Pada intinya yang terpenting adalah terwujudnya kesataraan di mata hukum terkait penyelesaian sengketa hasil Pemilihan dan lembaga yang berwenang memeriksa dan mengadili persoalan itu.

Skenario Kedua

Skenario selanjutnya adalah mengejawantahkan Badan Peradilan Khusus Pemilihan ini sebagai suatu Pengadilan Khusus.

Sesuai Pasal 1 angka (8) UU 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang disebut Pengadilan Khusus adalah pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yang diatur dalam undang undang.

Kewenangan Badan Peradilan Khusus Pemilihan ini mirip, atau tidak lain, adalah menguji suatu keputusan yang tertulis, konkret, individual, dan final dari Pejabat Negara.

Jika hendak menjadi Pengadilan Khusus di bawah MA maka Pengadilan Pemilihan ini selaiknya berada di bawa Peradilan Tata Usaha Negara.

Jika demikian, maka nantinya sengketa hasil Pemilihan ini akan diperiksa dan diadili oleh hakim di Peradilan Tata Usaha Negara.

Jika melihat pada uraian di atas, terlihat bahwa skenario kedua ini lebih realistis untuk diwujudkan dalam waktu yang tinggal menyisakan 3 (tiga) tahun ini.

Di sisi lain sengketa Pemilihan yang nantinya kemungkinan bisa terjadi hampir di berbagai daerah berbeda di Indonesia lebih bisa diatasi dibandingkan membuat badan baru yang terpusat di Ibu Kota.

Sejauh ini diketahui terdapat empat Pengadilan Tinggi Peradilan Tata Usaha Negara yakni PT-PTUN Jakarta (yang membawahi 7 Pengadilan Tingkat Pertama PTUN), PT-PTUN Medan (yang membawahi 9 Pengadilan Tingkat Pertama PTUN), PT-PTUN Makassar (yang membawahi 6 Pengadilan Tingkat Pertama PTUN), dan PT-PTUN Surabaya (yang membawahi 6 Pengadilan Tingkat Pertama PTUN).

Dengan skenario ini pula masyarakat dapat memperoleh rasa keadilan yang sama karena perkara mereka diperiksa dan diadili oleh hakim yang tingkatannya sama.

Penutup

Itulah dua skenario yang ditawarkan oleh Penulis kepada Pemerintah. Skenario ini diambil dengan memperhatikan bahwa Indonesia, sesuai Pasal 1 ayat (3) UUD NRI, adalah negara hukum.

Dalam negara hukum prinsip yang perlu dipegang betul adalah kesamaan di mata hukum, supremasi hukum, dan pembentukan aturan yang berdasarkan konstitusi.

Dua skenario yang diajukan dapat dipastikan telah memenuhi prinsip-prinsip tersebut.

Pilihannya saat ini ada pada Pemerintah dan waktu yang dimiliki oleh Pemerintah saat ini tinggal 3 (tiga) tahun lagi.

*Penulis adalah Dosen Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia)

ikuti terus update berita rmoljatim di google news