Soal KPK Tak Boleh OTT Penegak Hukum, Trijanto: Berbahaya, KPK Bisa Dilemahkan Oleh Para Mafia

Ketua Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK), Moh. Trijanto/Ist
Ketua Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK), Moh. Trijanto/Ist

Pernyataan anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP, Arteria Dahlan soal KPK tidak boleh melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa dan hakim, ditanggapi serius Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK).


"Arteria sebut polisi, hakim, jaksa tidak boleh di-OTT karena simbol negara. Padahal sesuai pelajaran di sekolah dulu bahwa syarat berdirinya negara ada rakyat, wilayah, pemerintah dan diakui dunia internasional," tegas Ketua KRPK, Moh Trijanto dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Minggu (21/11).

Trijanto juga merasa heran dengan pernyataan Arteria. Sebab sebagai seorang anggota DPR seharusnya Arteria tidak mendegradasi yang namanya simbol negara. 

Bila berbicara mengenai simbol negara, menurut Trijanto, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah jelas mengatur berbagai hal terkait bendera, bahasa, lambang negara dan lagu kebangsaan. 

"UUD 1945 menyebutkan Bendera Negara Indonesia, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan adalah simbol negara," terangnya. 

Trijanto menyebut, pernyataan Arteria ini sangat berbahaya. Kesannya aparat penegak hukum di negeri ini kebal hukum. Apalagi jika sampai pernyataan Arteria dimanfaatkan oleh mafia-mafia yang sarat kepentingan, terutama yang tidak suka dengan kinerja KPK memberantas korupsi. 

"Ini bisa berbahaya bila dimanfaatkan Mafia Peradilan, Mafia Tanah, Mafia Human Trafficking, dan mafia lainnya. KPK akan kembali dilemahkan. Bahwa polisi, jaksa dan hakim tidak boleh di-OTT, kesannya kok mereka beda di mata hukum. Kalau mereka tidak boleh di-OTT lalu siapa yang bisa di-OTT? Masa yang bisa di-OTT hanya rakyat kecil yang jadi maling ayam atau pengedar pil koplo di jalanan?" Sindirnya.

Terakhir, aktivis asal Blitar ini menyebut pernyataan Arteria Dahlan sangat bertolak belakang dengan cara berpikir masyarakat daerah pemilihannya, yaitu Dapil VI Jawa Timur yakni Blitar, Kediri dan Tulungagung.