Kekerasan Seksual Makin Marak, Politikus PKB Desak RUU TPKS Segera Disahkan

Ilustrasi / net
Ilustrasi / net

RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sudah mendesak untuk segera disahkan. Sehingga aksi kekerasan seksual yang belakangan ini makin marak bisa segera dihentikan.


“Saat ini kasus kekerasan seksual di Indonesia cukup memprihatinkan, sehingga bisa dikatakan sebagai darurat seksual. Yang lebih memprihatinkan adalah pelakunya para tokoh agama. Sehingga RUU TPKS penting untuk segera disahkan,” kata anggota Komisi VIII DPR RI, MF Nurhuda Yusro, dalam keterangannya, Kamis (16/12).

Legislator dari Fraksi PKB ini menambahkan, kasus kekerasan seksual yang akhir-akhir ini muncul harus disikapi dengan bijak oleh Negara. Kehadiran Negara sangat dibutuhkan oleh masyarakat agar kasus-kasus kekerasan seksual bisa diredam dan tidak berulang.

Nurhuda menyebutkan bahwa masyarakat secara bertubi-tubi dihebohkan oleh kasus kekerasan seksual yang melibatkan para ustaz.

Kasus yang paling fenomenal adalah kekerasan seksual terhadap 13 santriwati yang dilakukan gurunya di Cibiru, Bandung. Menyusul kemudian kasus pencabulan guru ngaji di Tangerang dan kasus pencabulan guru ngaji kepada 10 murid di Depok.

“Ini adalah masalah yang sangat serius, kita tak boleh menutup mata atas temuan kasus-kasus kekerasan seksual yang semakin hari kian marak. Ini adalah alarm bagi seluruh bangsa Indonesia,” tegas Nurhuda, dikutip Kantor Berita RMOLJakarta.

Alih-alih marah atas perlakuan biadab para pelaku kekerasan seksual, masyarakat dan seluruh elemen masyarakat selayaknya lebih peka terhadap nasib para korban kekerasan seksual.

Sebab, korban kekerasan seksual seringkali mengalami trauma dan hilang kepercayaan dirinya.  Tak sedikit dari mereka yang kemudian mengalami depresi dan ingin melakukan bunuh diri karena tak adanya dukungan di lingkungan sekitarnya.

Nurhuda berpandangan, para korban kekerasan seksual adalah kelompok mustadh’afin (dilemahkan dan lemah secara struktural). Banyak di antara mereka yang justru tidak mendapat dukungan dari keluarga.

Sikap masyarakat yang seringkali menyalahkan korban juga memperburuk situasi. Hal ini membuat korban merasa sendiri, terkucil dan tak berani melaporkan kasusnya.

Padahal pelaporan kasus kekerasan seksual adalah bagian dari upaya penegakan hukum dan perlindungan korban.

“Negara, bangsa dan seluruh masyarakat Indonesia harus melakukan sebuah refleksi bersama. Bagaimana sebuah negara yang Berketuhanan Yang Maha Esa bisa dicoreng oleh perilaku biadab pelaku kekerasan seksual. Selayaknya kita semua melakukan Istighosah Kubro dan doa bersama untuk keselamatan bangsa dari Darurat Kekerasan Seksual,” lanjutnya.

Nurhuda juga mengapresiasi sikap beberapa kelompok masyarakat yang terus kritis menyuarakan aspirasi tentang perlunya sebuah payung hukum bagi upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual. Tuntutan tentang pengesahan TPKS adalah sebuah respon bersama untuk menyelamatkan Indonesia dari darurat kekerasan Seksual.

“RUU TPKS diharapkan hadir sebagai bentuk penghentian kasus kekerasan seksual sekaligus perlindungan negara terhadap para korban,” pungkas Nurhuda.

Draf RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang telah ditetapkan di Baleg telah didukung oleh 7 fraksi, dan salah satunya adalah Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB).