Bertemu Hafidz Cilik Difabel, Bupati Ipuk: Inspirasi Bagi Kita Semua

Bupati Ipuk saat bersama hafidz cilik difabel, Ahmad Nadhif di Pendopo Banyuwangi/Hms
Bupati Ipuk saat bersama hafidz cilik difabel, Ahmad Nadhif di Pendopo Banyuwangi/Hms

Satu lagi talenta yang dapat dibilang hebat dimiliki Ahmad Nadhif. Anak berusia delapan tahun itu sudah hafal Alqur'an sejak usia tujuh tahun dua bulan.


Nadhif mengaku dapat menghafalkannya dalam rentang waktu tak genap satu tahun.

Tak ayal, saat Nadhif mengikuti ajang lomba tahfidz di salah satu televisi nasional Ramadan ini, kehadirannya memukau banyak kalangan. Keterbatasan fisik dan gangguan pada suaranya tak menyurutkan bocah asal Desa Tegaldlimo, Banyuwangi itu untuk menghafal dan melantunkan kalam ilahi.

"Adik Nadhif ini menjadi motivasi dan inspirasi bagi kita semua. Bahwa Allah SWT selalu memberikan yang terbaik bagi kita, dalam situasi dan kondisi apapun," ungkap Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani saat bertemu Nadhif pada acara Festival Al-Qur'an, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Rabu (19/4).

Kepada bocah kelas 2 Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyatus Syibyan Tegaldlimo itu, Ipuk terlihat mengobrol, hingga keduanya terlihat sangat akrab.

"Bisa dibuka maskernya, Bu?" pinta bocah kelahiran 1 April 2014 itu saat bertemu dengan Bupati Ipuk.

Ipuk yang disiplin mengenakan masker itu pun menuruti. "Pingin tahu wajahnya bunda, ya?" jawab Ipuk. "Oke, karena sudah tak banyak orang, saya buka," imbuhnya yang senantiasa menjaga prokes tersebut.

Nadhif pun sumringah. Rasa penasarannya untuk melihat langsung wajah pemimpin Banyuwangi itu terwujud. "Saya senang bisa di sini," ungkapnya polos.

Kiai Muhammad Thohir, ayahanda Nadhif, yang mendampinginya menceritakan bahwa anaknya tersebut mulai menghafalkan Al-Qur'an sejak berusia 6,5 tahun. Hampir setiap hari bisa menghafalkan beberapa lembar ayat-ayat suci Al-Qur'an.

"Kami menerapkan pola hafalan secara klasikal. Membacanya bersama-sama dan kemudian setoran satu per satu," ungkap ayahnya yang sekaligus sebagai pengasuh Pesantren Tahfidz Sunan Kalijogo, Tegaldlimo itu.

Thohir mengaku cukup memberikan kelonggaran pada putranya tersebut. Nyaris ia tak memaksakannya. Seperti halnya tatkala waktunya bermain, kedua orangtuanya mempersilakan untuk bermain.

"Tapi, karena lingkungannya di pondok, banyak teman-teman seusianya yang menghafalkan Al-Qur'an, jadi ya tetap kondusif untuk menghafalnya," ungkap kiai lulusan Pesantren Al-Falah, Ploso, Kediri itu.

Di pesantren yang diasuhnya, terang Thohir, ada sekitar 50 santri anak-anak yang tinggal untuk menghafal Al-Qur'an. Serta tak kurang dari 150 santri lainnya yang hanya belajar dan menghafal, tapi tinggal di luar pondok.

"Terciptanya lingkungan inilah yang saya kira berpengaruh dalam mempercepat hafalan," ujar Thohir yang mulai merintis pesantren sejak empat tahun silam itu.

Saat ini, di pesantren tahfidz tersebut, tak kurang dari 7 santrinya yang telah hafal 30 juz. Rerata masih duduk di bangku kelas 5 hingga 6 sekolah dasar. 

"Pada tahun kemarin, kita mulai merintis boarding school. Sehingga nantinya bisa terintegrasi antara program tahfidz dan pendidikan formalnya," pungkas Thohir.