Mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin Dituntut 20 Tahun Penjara

Mantan Gubernur Sumsel, Alex Noerdin/RMOLSumsel
Mantan Gubernur Sumsel, Alex Noerdin/RMOLSumsel

Kasus dugaan korupsi PDPDE Sumatera Selatan dan dana hibah masjid Sriwijaya membuat Alex Noerdin mendapat tuntutan berat. Tim Jaksa Penutut Umum (JPU) Kejaksaan Agung RI dan Kejati Sumsel menuntut mantan Gubernur Sumsel itu dengan hukuman 20 tahun penjara.


Di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Hakim Yoserizal, JPU dalam pembacaan tuntutannya pada Rabu mala (25/5) menyatakan, terdakwa Alex Noerdin secara sah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama.

"Menyatakan pidana 20 tahun penjara kepada terdakwa Alex Noerdin dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan penjara," kata JPU membacakan tuntutan, seperti dikutip Kantor Berita RMOLSumsel, Rabu (25/5).

Selain itu, terdakwa Alex Noerdin juga dituntut pidana tambahan yakni membayar uang pengganti kerugian negara.

"Untuk uang pengganti diperkara PDPDE Sumsel sebesar 3,2 juta dolar Amerika Serikat, dan di perkara Masjid Sriwijaya uang pengganti Rp 4,8 miliar dengan ketentuan jika 1 bulan usai vonis inkrah tidak dibayar maka asetnya akan disita dan jika harta benda terdakwa yang disita tidak menutupi uang pengganti kerugian negara tersebut, maka diganti dengan pidana 10 tahun penjara," jelas JPU.

Mendapat tuntutan 20 tahun penjara, Alex Noerdin mengaku tidak menyangka akan dituntut dengan hukuman tersebut atas perkara yang menjeratnya itu.

"Saya tidak menyangka begitu kejam. Tuntutannya itu maksimum 20 tahun," kata Alex usai mendengarkan tuntutannya.

Usai sidang, tim Kuasa Hukum Alex Noerdin, Nurmala mengatakan, tuntutan JPU terhadap klienya dinilai zalim. Nurmala membandingkan dengan kasus korupsi KTP-el yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun namun tidak lebih besar dituntut seperti kliennya Alex Noerdin.

"Menurut saya tuntutan ini zalim, kita bayangkan saja kasus KTP-el kerugian negara mencapai Rp 2,3 triliun, coba berapa tuntutannya? Tadi dikatakan klien kami harus mengembalikan Rp 4,343 miliar. Saya merekam sendiri selama persidangan bahwa tidak ada satupun bukti atau saksi bahwa klien kami terima uang," kata Nurmala.

Lebih lanjut, Nurmala menyebut dalam perkara PDPDE Alex Noerdin juga tidak terbukti menerima aliran uang sehingga harus mengembalikan 3,2 juta dolar AS.

"Jadi apapun terungkap di persidangan, kalau jaksa atau penuntut umum menyampaikan fakta tidak ada hasilnya. Kalau persidangan pidana hanya melegitimasi proses sidang, melegitimasi setiap orang dipastikan bersalah di pengadilan atau dipastikan kena tuntut," jelasnya.

"Untuk apa mencari kebenaran materil, tujuan pidana adalah mencari kebenaran materil. Tolong tunjukan kepada saya dengan cara apa, bagaimana, klien menerima uang itu? Dari awal tidak bisa dibuktikan. Makanya dari awal saya mengatakan tuntutan ini adalah tuntutan geregetan," pungkasnya.