Komisi C DPRD Jawa Timur menilai sebagaian besar Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov Jatim kondisinya tidak sehat, sehingga tidak bisa membantu stabilitas fiskal sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 54 tahun 2017.
- Caleg Terpilih DPRD Jatim, Mahdi Terus Melaju di Pilkada Probolinggo
- Trans Jatim Koridor Surabaya-Bangkalan Dibuka, DPRD Jatim: Harus Nyaman, Jangan Menguras Emosi
- Puncak Arus Mudik Lebaran 2024 Diprediksi Terjadi Hari ini, Ada 18 Titik Di Jatim
Kondisi itu dibuktikan dengan sebagian besar BUMD hanya memberikan setoran deviden kepada Pemprov Jatim di bawah 2 persen dari jumlah penyertaan modal.
Hal itu dikatakan oleh anggota komisi C DPRD Jatim Agung Supriyanto usai hearing dengan 10 BUMD Pemprov Jatim pada Kamis (9/6).
“Pemerintah daerah membentuk BUMD agar stabilitas fiscal pemerintah daerah bisa terbantu. Kalau dbebankan retribusi daerah maka beban masyarakat semakin besar. Tetapi realitasnya dari 10 BUMD itu belum bisa memaksimalkan amanat dari PP 54 tahun 2017,” katanya.
Salah satu BUMD yang menjadi sorotan adalah Jatim Graha Utama (JGU). BUMD yang menjadi induk dari Puspa Agro itu hanya menyetorkan deviden sebesar Rp 217 juta pada tahun 2021. Padahal, penyertaan modal yang diberikan ke JGU mencapai Rp 795 milyar.
“Salah satu contohnya adalah JGU yang penyetoran modalnya 785 milyar. BUMD atau perusahaan dikatakan sehat maka sekurang kurangnya ambang batas 2 persen. Kalau JGU dikatakan sehat maka deviden yang diberikan harusnya 14 sampai 15 milyar. Tetapi sangat minim pada tahun 2021 hanya 271 milyar, maka ini dikatakan tidak hanya tidak sehat. Tetapi sudah sakkaratul maut,” tegasnya.
Dari temuan tersebut, politisi PAN Jatim itu akan melakukan kajian secara mendalam untuk mencari penyebab banyaknya BUMD yang tidak sehat. Menurut dia, jika permasalahan yang dialami BUMD terlalu komplek dan tidak bisa dibenahi, maka instansinya akan merekomendasikan agar ditutup.
“Nanti BUMD yang dianggap kurang sehat dan tidak sehat maka kita akan labkan mana yang bermasalah, maka komisi C akan memberikan solusi. Kalau solusinya harus diberhentikan maka komisi C akan mengeluarkan rekomendasi untuk diberhentikan. Karena nanti akan menjadi beban anggaran,” jelas politisi PAN Jatim itu.
Anggota DPRD Jatim dari Dapil Tuban-Bojonegoro itu lantas mengungkapkan fenomena menarik terhadap capaian kinerja BUMD yang sahamnya tidak sepenuhnya dimiliki Pemprov Jatim ternyata deviden yang dibagikan, jauh lebih besar.
Dia mencontohkan PT SIER yang memberikan deviden hampir Rp 9,1 milyar pada tahun 2021. Padahal, penyertaan modal Pemprov Jatim yang disetorkan hanya Rp 50 milyar. Selain itu, ASKRIDA juga menyetorkan modal 6,1 milyar, tetapi diberikan deviden 1,4 milyar pada tahun 2021.
“Bagi BUMD yang penyertaan modal kecil, hanya 25 persen. PT SIER penyertaan modal 50 milyar deviden yang diberikan Rp 9,1 milyar hampir 18 persen,” tambahnya.
“Ini adalah etos kerja yang harus dibenahi dan kami akan memprioritaskan agar kinerja dari BUMD ini lebih maksimal lagi. Ini prioritas pada dua bulan ini,” pungkasnya.
- Belum Serahkan PSU, Pemkot Surabaya Black List 20 Pengembang, Perizinannya Ditahan!
- Koalisi Masyarakat Sipil Sidoarjo Desak KPK Tahan Gus Muhdlor Tersangka Korupsi
- Pajak Kendaraan Bermotor Siap Dongkrak PAD Kota Surabaya, Ditaksir Rp 1 Triliun Per Tahun