Majelis Sastra Urban Gelar Pertunjukan Puisi Mahmoud Darwish 

Pergelaran bertajuk Mahmoud Darwish dan Tradisi Puisi Kita digelar Sabtu (25 Juni 2022) malam di pelataran Taman Budaya Jatim/Ist
Pergelaran bertajuk Mahmoud Darwish dan Tradisi Puisi Kita digelar Sabtu (25 Juni 2022) malam di pelataran Taman Budaya Jatim/Ist

Majelis Sastra Urban bakal menggelar diskusi dan pertunjukan seni, Sabtu (25 Juni 2022) malam di pelataran Taman Budaya Jatim, tepatnya depan Kantin Heri Lentho. 


Pergelaran bertajuk Mahmoud Darwish dan Tradisi Puisi Kita ini merupkan edisi kelima belas setelah sempat terhenti selama pandemi Covid-19.

Koordinator Majelis Sastra Urban Ribut Wijoto menuturkan, puisi-puisi Mahmoud Darwish layak untuk dibicarakan karena mengandung 2 aspek penting. 

Pertama dari aspek puitik. Puisi Mahmoud Darwish telah memberi kontribusi terhadap tradisi sastra Arab modern. Kedua dari aspek ketajaman pandangan atas tema. 

Menurut Ribut, Mahmoud Darwish secara konsisten memerjuangkan kemerdekaan Palestina. Perjuangan yang membuat dia, bahkan, terusir dari negerinya (eksil) sampai ajal menjemput.

"Saya membaca buku puisi Mahmoud Darwish 'Surat dari Penjara' terjemahan Brah Muhammad. Saya rasakan, di situ, puisi memiliki gelora untuk memerjuangkan sesuatu. Suara dari suatu wilayah, suara dari suatu kultur, suara dari suatu kaum, suara dari gejolak sosial politik. Juga suara dari kesepian, senyap, dan impian-impian personal. Puisi yang mungkin ideologis atau propaganda tapi tetap hadir sebagai sebuah puisi," kata Ribut dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi, Kamis (23/6). 

Anggota Tim Kreatif Majelis Sastra Urban Alfian Bahri menambahkan, Mahmoud Darwish telah menerapkan perlawanan melalui puisi. Sebuah perlawanan yang dimulai dari perenungan dan kesedihan. Sehingga mempunyai kekuatan dasar yang kuat, ketimbang melawan dengan fisik dan ungkapan berapi-api. 

"Darwish mengajak pembaca bukan hanya untuk melakukan perlawanan, tetapi juga untuk dengan bijak menyalurkan perlawanan lewat perenungan, penyesalan, hasrat perjuangan, dan kekalahan. Ini jelas berbeda dengan konsep perlawanan yang selama ini dikenal dalam perspektif umum. Cara pandang Darwish justru lebih mengedapankan keintiman dan keontetikan yang mendasar," ujar Alfian yang sehari-hari bekerja sebagai guru di SMP Kawung 1 Surabaya.

Diskusi sastra bakal dipandu oleh penyair wanita Surabaya, yakni Nanda A Rahmah. Adapun narasumber pertama Brah Muhammad, penerjemah buku puisi Mahmoud Darwish berjudul Surat dari Penjara. Narasumber kedua Fahruddin Al-Mustofa, kritikus sastra lulusan Université Hassan II Casablanca, Maroko.

Majelis Sastra Urban juga menampilkan beragam pertunjukkan seni. Mulai dari pembacaan puisi oleh Regina Jawa (Teater Gapus Unair dan Nanang Prastyawan (Unipa), musikalisasi puisi dari Tetar KU Unitomo, monolog berjudul Buram Bahagia oleh Cece Fransiska Putri (STKW). Ada pula pertunjukan musik oleh musisi Arul Lamandau.