Maladi

Foto ilustrasi/Net
Foto ilustrasi/Net

DAHULU, ada seorang pemuda bernama Maladi. Dia bukan siapa-siapa. Hanya penduduk biasa. Namun aksinya tanggal 31 Agustus 1945 terbilang berani. Saat semua masyarakat ‘tertidur’, Maladi nekat mengibarkan bendera Merah Putih. Padahal saat itu perayaan hari lahir Ratu Wilhelmina, ratunya Belanda.

Perkiraan Maladi, pesawat Belanda akan melayang-layang di udara. Melintasi rumah-rumah penduduk sembari menyebarkan pamflet.

Di hari spesial itu, tidak boleh ada gerakan nasionalis. Semua harus tunduk. Hormat pada ratu.

Tapi, Maladi tampaknya tidak suka dengan kebijakan Belanda. Dia tetap teguh pada pendiriannya. Bendera Merah Putih tetap harus berkibar.

Jika Belanda menyebarkan pamflet, hari itu Maladi mengumumkan pada penduduk agar melakukan aksi pengibaran Merah Putih di setiap rumah untuk mendemonstrasikan kemerdekaan.

Beribu-ribu pemuda dikerahkan Maladi. Dari rakyat biasa, pelajar, polisi, bekas tentara Peta, Hizbullah, dan lain-lain.

Semua bendera yang bukan Merah Putih diturunkan. Dan, Merah Putih pun berkibar dimana-mana.

Rupanya benar perkiraan Maladi. Hari itu pesawat-pesawat Belanda melayang-layang di udara. Pamflet  disebar dari udara.

Rakyat sudah tidak menggubris isi pamflet. Membaca isinya malah membuat rakyat terbakar semangatnya.

Selebaran-selebaran dikumpulkan kemudian dibakar ramai-ramai. Kejadian ini memicu gerakan serupa di daerah-daerah.

Aksi Maladi memicu kebangkitan rakyat. Bukan sekedar keberanian, melainkan sebuah kejernihan untuk berpikir. Kejernihan untuk memandang sebuah permasalahan yang kemudian digagas dalam sebuah diplomasi.

Maladi adalah pemuda berani. Semua orang mengikuti jejaknya. Seperti halnya Bung Karno dan Bung Tomo. Negeri ini butuh pelopor untuk membangkitkan semangat. Bukan sekedar menjadi bagian dari pion-pion keresahan. 

Tidak bisa dipungkiri, negeri ini tengah berada dalam keterpurukan akibat kebijakan tidak populis para pemimpinnya. Mulai kenaikan BBM, kenaikan harga listrik, rencana pindah Ibukota, utang menumpuk, hingga bayangan resesi.

Apakah mahasiswa sudah ‘bangun’? Apakah rakyat sudah ‘bangun’? Kapan bangunnya?

Adanya pergerakan mahasiswa sejauh ini seperti orang tidur yang sedang mengigau, sebab besok mereka akan kembali ‘tidur’.

Agar dapat membuat mahasiswa terjaga, dibutuhkan orang-orang seperti Maladi; pemimpin dari kaum terpelajar, pelopor pergerakan, golongan pegawai, hingga ningrat (pejabat); pemimpin yang melek dari ketertindasan, meluruskan yang bengkok, membela wong cilik, dan mengkritik kebijakan inkonsistensi pemimpin.

Itu semua ada dalam diri mahasiswa.

Untuk memulai reformasi yang benar-benar reformasi, reformasi yang tidak diacak-acak oleh kepentingan golongan, dibutuhkan kekuatan rakyat.

Mahasiswa butuh kekuatan extraordinary agar tujuan mulianya dapat terlaksana. Setidaknya arah ke sana sudah ada, kendati masih gampang dipatahkan.

Namun sejauh ini rakyat sudah melihat pergerakan mahasiswa. Bara api telah disulut. Tinggal bagaimana membakar semangat mereka agar tidak padam.

Semoga patriotik-patriotik muda kita tetap memiliki jiwa revolusioner seperti Maladi.

Jika mahasiswa sudah bergerak, rakyat pun tidak tinggal diam. Kita akan mencari jalan keluar dari kegelapan ini.