Maming Niru Harun?

Mardani H. Maming usai diperiksa KPK sebagai saksi sebelum ditetapkan sebagai tersangka/RMOL
Mardani H. Maming usai diperiksa KPK sebagai saksi sebelum ditetapkan sebagai tersangka/RMOL

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menemukan Mardani H Maming saat jemput paksa di apartemennya di Jakarta. KPK menganggap Maming tidak kooperatif setelah dua kali mangkir dari panggilan.

KPK bahkan mengancam akan segera menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO) untuk Maming. Sebab yang bersangkutan dianggap tidak kooperatif.

Tentu banyak spekulasi muncul terkait alasan Maming tidak kooperatif. 

Pertama, Maming masih menunggu hasil gugatan praperadilan. Sehingga dia memutuskan tidak kooperatif versi KPK. 

Kedua, Maming saat dijemput paksa KPK kemungkinan tidak sedang berada di tempat mengingat dia harus mengurus bisnisnya di luar kota.

Ketiga, Maming ingin meniru jejak Harun Masiku. Menghilang begitu saja.

Alasan pertama tidak bisa dijadikan dasar bagi Maming untuk menghindar dari proses penyidikan. Sebab proses praperadilan hanya untuk menguji syarat formil keabsahan bukan untuk menguji substansi penyidikan. 

Sedangkan alasan kedua bisa jadi Maming memang sedang mengurus bisnisnya. Mengingat dia bukan sekedar politisi tetapi juga pengusaha. Meski begitu Maming seharusnya memberitahu keberadaannya. Bukan 'menghilang' begitu saja. Ini memberi kesan bahwa Maming sengaja tidak kooperatif dan meniru jejak pendahulunya.

Alasan ketiga ini, bila sampai terjadi, maka hukum di negeri ini akan dua kali dipecundangi oleh orang-orang dari partai yang sama.

Sebelumnya ada banyak rumor beredar. KPK dianggap melakukan kriminalisasi. Lalu ada rumor KPK meminta Rp 1 triliun. Rumor ini sempat ramai di kalangan tertentu. 

Rumor lain menyebut, ada pihak-pihak yang ingin melakukan intervensi terhadap proses praperadilan dengan menyuap hakim Rp 250 miliar. 

Karena itu sejak Jumat (22/7) lalu dan Senin (25/7) kemarin, KPK  menerjunkan tim penyidik ke PN Jakarta Selatan untuk memelototi persidangan praperadilan.

Publik menangkap kasus Maming dipolitisasi. KPK dibuat babak belur. Pihak-pihak tersebut telah membuat kegaduhan. Karena itu KPK langsung melakukan tindakan pencegahan demi menjaga marwahnya. Maming sedianya dijemput paksa. Sayangnya yang bersangkutan tidak ditemukan. 

Sayangnya juga, sampai hari ini Bambang Widjojanto (BW) selaku kuasa hukumnya belum menjelaskan ke publik alasan kliennya tidak kooperatif. Penjelasan BW sangat diperlukan agar tidak terjadi kesimpangsiuran.

Kita tentu berharap agar Maming tetap kooperatif dan mengikuti proses hukum sebagaimana mestinya. Dan KPK tetap menjalankan tugas-tugasnya sesuai perundang-perundangan yang berlaku. Jangan sampai kasus Maming menjadi preseden seperti kasus Harun Masiku.

Wartawan RMOLJatim