Gus Sadad: Perda 3/2022 Harus Mampu Wujdkan Pesantren Mandiri Dan Berdaya

Pengesahan Raperda pesantren/net
Pengesahan Raperda pesantren/net

 Wakil Ketua DPRD Jatim, Anwar Sadad, mengatakan, disahkannya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3/2022 harus bisa membuat pesantren mandiri dan berdaya. Sehingga, pesantren nantinya bisa mengembangkan ekonomi sendiri dan tidak banyak bergantung bantuan pemerintah


“Berdaya berarti pesantren itu kita fasilitasi, dibantu, supaya mereka bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, bisa jalan sendiri, tingkat ketergantungannya kapada yang lain seminimal mungkin,” katanya pada Jumat (29/7).

Seperti diketahui, Peraturan Daerah (Perda) Jatim tentang Fasilitasi Pengembangan Pesantren, turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 18/2019 tentang Pesantren, sudah disahkan awal Juni lalu dan diundangkan menjadi Perda Nomor 3/2022.

Perda ini diharapkan dapat meningkatkan peran aktif pesantren dalam melakukan pendidikan, dakwah, serta pemberdayaan masyarakat. Selain itu juga menjadi gerbang kesetaran antara pendidikan pesantren dengan pendidikan formal yang ada.

Terlebih, lanjut legislator keluarga Pondok Pesantren (Ponpes) Sidogiri yang akrab disapa Gus Sadad itu, fitrah pesantren adalah mandiri. Di masa lalu pesantren-pesantren didirikan para kiai yang secara ekonomi memang mampu.

Nah, terang kandidat doktor Politik Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya itu, dalam perkembangannya jumlah pesantren menjadi semakin banyak — 6 ribu lebih di Jatim — karena tak sedikit alumninya juga mendirikan pesantren.

“Ya perlu pengaturanlah, penertiban tata kelola sebenarnya, administratif, ini pondok beneran, onok (ada). Maka dibuat aturan, misalnya apa definisi pesantren itu,” kata pria yang menjabat Ketua DPD Gerindra Jatim itu.

Definis pesantren dalam Perda, jelas Sadad, yakni lembaga pendidikan yang mempelajari secara mendalam ilmu agama, tafaqquh fiddin. Kemudian ada kiainya, ada santri yang mukim. Kalau santrinya tidak mukim maka bukan pesantren namanya, juga ada pengajian kitab.

“Nah diatur, ada kualifikasi, ada ketentuan, sehingga lebih ke arah pembinaan sebenarnya, adminsitratif. Bukan untuk membuat mereka bergantung pada negara. Kalau pesantren se-Indonesia bergantung pada negara, buyar negaranya!” tegas Sadad.