Rizal Ramli dan Wajib Belajar

 Ilustrasi guru dan siswa SD/Net
Ilustrasi guru dan siswa SD/Net

Hari-hari ini banyak kalangan berbicara tentang sekolah gratis.  Penggratisan uang sekolah sebenarnya tidak terlepas kaitannya dengan ketentuan wajib belajar. Dengan kata lain, konsekuensi wajib belajar adalah penggratisan biaya pendidikan di semua sekolah negeri.

Dari segi historisnya, ketentuan wajib belajar 6 tahun berawal dari tuntutan Rizal Ramli dan teman-temannya mahasiswa ITB. Lantaran kepedulian yang besar pada pengembangan dunia Pendidikan, Rizal Ramli dan kawan-kawannya saat itu mengundang WS Rendra untuk datang ke ITB, yang kemudian menghasilkan puisi terkenal yang berjudul “Sebatang Lisong”.

Tidak cukup sampai di situ, mereka juga mengundang sutradara terkenal Sjuman Jaya, yang memudian melahirkan film “Yang Muda Yang Bercinta”.

Karena itu tidak mengherankan, Presiden Soeharto memenuhi tuntutan itu dan mencanangkan wajib belajar di Hari Pendidikan pada 2 Mei 1984. Lima tahun kemudian, berdasarkan UU No. 2/1989 tentang Pendidikan Nasional, wajib belajar diberlakukan 9 tahun.

Tuntutan Rizal Ramli dan teman-temannya rupanya menginspirasi banyak kalangan dan pemerintah daerah untuk mengembangkan wajib belajar menjadi 12 tahun.

Sebagai misal, Perda Kota Bukittinggi No. 6 Tahun 2014 Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) sudah mewajibkan setiap anak berusia 7-18 tahun mengikuti wajib belajar 12 tahun. Dengan kata lain, berdasarkan Perda itu setiap anak yang berusia 7-18 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar dan menengah.

PP No 47 Tahun 2008 (lihat Pasal 7 ayat 4 dan 5) memang memungkinkan setiap daerah mengatur wajib belajar menjadi 12 tahun.  Teladan baik dari Pemko Bukttinggi ini 3 tahun kemudian diikuti oleh Pemprov Sulawesi Selatan melalui Perda No 2 Tahun 2017 tentang Wajib Belajar Pendidikan Menengah.

Sebagaimana diketahui, secara nasional wajib belajar sudah berlaku Juni 2015. Sayangnya tidak setiap provinsi segera menerapkannya. Provinsi yang relatif kaya seperti Sulawesi Selatan baru memberlakukannya Juni 2017 (kurang dari 10 bulan sebelum Syahrul Yasin Limpo lengser sebagai gubernur).

Sekadar tambahan informasi, kewenangan pengelolaan pendidikan menengah baru menjadi urusan Pemprov (sebelumnya menjadi urusan Pemkab/Pemko) terjadi setelah UU No 23 Tahun 2014 terbit pada 30 September 2014 (20 hari sebelum Presiden SBY lengser).

DKI sendiri sudah memberlakukan wajib belajar pada 2012 (2 tahun 3 bulan sebelum UU No 23 Tahun 2014 terbit). Berdasarkan UU No 29 Tahun 2007 tentang Pemprov Daerah Khusus Ibukota sebagai Ibukota NKRI, DKI menjadi daerah otonom tingkat provinsi satu-satunya di Indonesia (lihat Pasal 4). 

Konsekuensi dari Pasal 4 itu membuat DKI tidak memiliki daerah kota dan kabupaten otonom yang kepala daerahnya dipilih rakyat (lihat Pasal 7). Semua kota dan kabupaten di DKI itu adalah kota dan kabupaten administratif yang kepala daerahnya diangkat oleh Gubernur DKI. 

Dari segi pendapatan asli daerah, sama seperti Pemprov Sulsel, Pemprov DKI pun relatif terlambat memberlakukan wajib belajar. Bahkan Pemprov DKI sudah dapat memberlakukannya sebelum 2007. 

Untungnya, guru PNS (sekarang ASN) di DKI sudah menikmati tunjangan kinerja daerah (TKD) dari Rp3,1 juta (calon PNS) hingga Rp6,5 pada tahun anggaran 2017. Pada 2010 saja TKD guru DKI sudah Rp2,9 juta. Tunjangan guru DKI ini yang sebesar, kalau tidak salah, Rp2,5 juta, sudah dimulai oleh Gubernur Sutiyoso.

Bahkan pada 2007, menjelang akhir masa jabatannya, Sutiyoso sudah menetapkan tunjangan guru PNS DKI sebesar Rp3 juta. 

DKI itu, seperti namanya, memang sudah lama memiliki kekhususan dan itu tidak hanya bisa dilihat dari gaji ASN. Tahun ini UMR DKI pun berselisih sekitar Rp3 juta dengan Jateng (yang gubernurnya sekarang doyan kampanye capres). Seperti diketahui, tahun 2022 ini UMK di Jateng berkisar Rp1.819.835,17-Rp 2.835.021,29.

Padahal salah satu cara untuk meningkatkan kesejateraan rakyat adalah meningkatkan daya beli mereka dan ini bisa menimbulkan efek ganda yang luar biasa. Ini juga menjadi indikator besarnya perhatian dan kepedulian pemerintah/negara kepada rakyatnya dan seberapa besar negara dikendalikan oleh pengusaha/oligarki.

Cara memompa daya beli ini pernah dilakukan oleh Presiden Gus Dur berdasarkan usulan Rizal Ramli dengan menaikkan gaji PNS, Polri/TNI, dan pensiunan hingga 125 persen.  Di masa pandemi Covid-19 ini juga yang dilakukan oleh India dan Turki.

Kamis (4/8) kemarin, RMOL melaporkan bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan guru, Pemerintah Rwanda mulai Agustus 2022 ini menaikkan gaji guru SD 88 persen dan menengah 40 persen.