Dituntut 2 Tahun Penjara, Dirut PT Rakuda Furniture: Sudah Pailit, Kenapa Saya Masih Dipidana?

Direktur Utama (Dirut) PT Rakuda Furniture, Wibowo Pratiknyo Prawita saat menjalani sidang di PN Surabaya/RMOLJatim
Direktur Utama (Dirut) PT Rakuda Furniture, Wibowo Pratiknyo Prawita saat menjalani sidang di PN Surabaya/RMOLJatim

Persidangan kasus ketenagakerjaan yang menjerat Direktur Utama (Dirut) PT Rakuda Furniture, Wibowo Pratiknyo Prawita sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memasuki agenda pembacaan surat tuntutan.


Dalam tuntutannya, JPU Kejati Jatim Djamin Soesanto dan Nining Dwi Ariany menyatakan perbuatan terdakwa Wibowo Pratiknyo Prawita telah terbukti melanggar 

Pasal 90 ayat (1) jo. Pasal 185 UU RI Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 68 tahun 2015 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Timur tahun 2016.

"Terdakwa terbukti secara sah menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana telah membayar upah lebih rendah dari upah minimum yang berlaku di Kota Surabaya pada tahun 2016," ucap Jaksa Djamin saat membaca surat tuntutannya, Kamis (11/8).

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun dan denda sebesar 100 juta rupiah, subsider 6 bulan kurungan, dengan perintah agar terdakwa segera ditahan," sambung Jaksa Djamin diakhir pembacaan surat tuntutannya.

Terhadap tuntutan itu, terdakwa Wibowo Pratikno Prawita menyatakan mengajukan pembelaan yang sedianya akan dibacakan dalam persidangan selanjutnya.

Usai persidangan, Ratno Tismoyo selaku penasehat hukum Wibowo mengatakan, sebenarnya hubungan kerja antara kliennya dengan karyawan tidak ada permasalahan karena sudah ada kesepakatan bersama. 

“Kan dalam pekerjaan ini sudah ada kontrak kerja. Kemudian mereka mau menjalani dan akhirnya sama-sama jalan (bekerja). Soal kurang bayar juga sudah ditangani kurator,” ujarnya.

Ratno juga berharap kepada para buruh agar sama-sama bisa saling memahami. Pasalnya, selama ini tidak ada paksaan dari kliennya. 

“Kita sama-sama bekerja, tahu sendiri kondisinya (perusahaan pailit), saya berharap untuk buruh jangan seperti itu lah,” harapnya 

Ratno berharap majelis hakim bisa memberikan putusan yang seadil-adilnya kepada kliennya. 

“Semua urusan perusahaan kan sekarang sudah ditangani kurator. Seharusnya Pak Wibowo dibebaskan dari semua tuntutan,” tukasnya.

Sementara itu Wibowo mengatakan jika pemberian gaji di bawah UMR merupakan kesepakatan bersama antara dirinya dengan karyawan.

"Yang namanya orang kerja, aku mampunya gaji segini, kalau mau kerja ya ayo, kalau gak mau juga tidak apa-apa. Tidak ada paksaan. Namanya juga pedagang,” ujarnya.

Atas alasan itulah Wibowo merasa tuntutan yang dijatuhkan jaksa terlalu berat baginya. Dirinya yang telah berusaha membuka lapangan pekerjaan seharusnya tidak mendapat perlakuan seperti ini. Menurutnya, hal-hal seperti ini yang nantinya bisa membuat banyak pengusaha enggan membuka usaha di Surabaya. 

"Saya sudah buka lapangan pekerjaan, apalagi sekarang rugi karena sudah dinyatakan pailit. Kenapa saya masih dipidana? Bagi saya tuntutan ini ngawur,” pungkas Wibowo.

Diketahui, kasus ini bermula ketika terdakwa Wibowo Pratiknyo Prawita diadukan sejumlah karyawannya ke penyidik PPNS Disnaker dan Transmigrasi Provisi Jawa Timur melalui Surat Pengaduan No.007/PUK-SPAI-FSPMI/PT.RF/SBY/XII/2016 tanggal 19 Desember 2016. 

Dalam pengaduan tersebut, para karyawan menyatakan telah digaji di bawah upah minimum Kabupaten/Kota, yakni sebesar Rp.3.045.000.