Pembunuhnan Brigadir J, Lain TNI Lain Polisi

Irjen Ferdy Sambo/net
Irjen Ferdy Sambo/net

Mata rantai komando di TNI lebih tegas dan tidak ada kaitan bisnis pengamanan yang menggurita di TNI yang membuat mudah penindakan terhadap anggota TNI yang bersalah, meskipun itu perwira tinggi.

Lihat saja kasus korupsi alutsista yang melibatkan pentinggi TNI atau kasus tabrak maut yang korbannya dilempar ke sungai. Semua kejadian itu, selesai dan tidak berkembang menjadi interpretasi liar karena, proses pengukapannya cepat dan singkat tanpa ada yang coba ditutupi.

Dalam kasus FS, dengan terbongkarnya skenario awal tentang adanya tembak menembak dan kemudian menjadi pembunuhan dengan telah adanya  penetapan tersangka, maka ada keadaan yang menggambarkan bahwa, penyidikan di intitusi kepolisian sangat mudah untuk membelokkan suatu keadaan fakta.

Cukup dengan suatu sistem komando yang terkait dengan penyidikan, maka suatu keadaan baru yang bukan sebenarnya dapat dibuat seolah itu yang terjadi.

Buktinya, ada 25 anggota termasuk perwira yang diduga terlibat, menghalangi, menghambat dan setuju merancang kejadian di kediaman FS sebagai peristiwa tembak-menembak. Untungnya, ada kejanggalan yang kemudian ditekan secara opini dan lalu terbukalah semuanya kini.

Bagaimanapun, kewenangan subjektif penyidik (pasal 21 KUHAP) untuk menentukan terjadinya suatu tindak pidana dalam suatu peristiwa adalah hak tunggal milik polisi berdasarkan UU dan cukup dengan satu syarat, yakni ada satu oknum yang korup maka yang akan terjadi adalah hal sebagaimana cerita awal yang dikembangkan oleh penyidik bahwa yang terjadi adalah tembak-menembak dan tidak terjadi pembunuhan.

Dengan situasi ini, ada pertanyaan baru yang sedang mengemuka dan dalam proses menjadi fakta baru yang bisa benar demikianlah yang terjadi atau ada cerita dan skenario baru yang akan dibuat?

Sekarang ada fakta baru sebagaimana kata Menkopolhukam Mahfud MD bahwa motifnya adalah terjadi peristiwa yang mengerikan dan menjijikan. Sementara di lain pihak, FS mengatakan bahwa dirinya sangat marah dan hanya membela nama dan kehormatan keluarganya.

Nah, dua fakta ini mana yang akan jadi motif dalam tuduhan pembunuhan berencana ini?

Saya kira, saat ini publik lebih percaya pada media, pengamat dan praktisi hukum, ketimbang penyidik yang bertugas. Oleh harapan kita, jangan ada lagi keterangan fakta yang janggal dan terkesan skenario, sebab jutaan mata yang berarti jutaan otak sedang memonitor perkembangan kasus ini, dan jangan harap akal sekian juta orang bisa diarahkan.

*Penulis adalah advokat muda yang juga mantan Sekjen PMKRI