SDN di Pinggiran Kabupaten Ponorogo Mulai Tersisih, Beberapa Ada yang Tutup

Siswa di SDN Sragi bersalaman dengan 3 anggota dewan
Siswa di SDN Sragi bersalaman dengan 3 anggota dewan

Fenomena Sekolah Dasar Negeri (SDN) di pinggiran hanya mempunyai siswa sedikit bermunculan. Beberapa tutup dengan sendirinya karena tidak ada siswa baru.


Hal itu juga dialami di Kabupaten Ponorogo. Hanya ada 1 SDN yang memenuhi pagu saat penutupan pendaftaran peserta didik baru (PPDB) secara online.

Selebihnya, ada sekolah yang tidak mendapatkan siswa. Ada yang mempunyai satu siswa, dua siswa, tiga siswa.

Tetapi, sekolah di pinggiran kota itu rupanya juga ada yang mencetak pejabat. Seperti di SDN Sragi di Kecamatan Sukorejo. Dari 45 anggota DPRD Kabupaten Ponorogo, 3 diantaranya adalah anggota legislatif.

Kedatangan tiga legislator yang terdiri dari Ketua DPRD Ponorogo Sunarto alumnus 1985, Anggota DPRD Isnaini almunus tahun 1990 dan Mujiatin alumnus 1989 ini pun disambut gembira oleh 70 siswa SDN Sragi. 

Tak hanya ikut dalam upacara bendara, tiga wakil rakyat ini pun ikut bercengkrama dengan puluhan siswa yang juga hari ini menggunakan pakaian profesi, Senin (22/08). 

Ketua DPRD Ponorogo Sunarto mengatakan, selain dalam rangka reuni sekolah, kedatangan ia dan dua rekannya ini juga sekaligus untuk memotivasi para siswa untuk giat belajar dan bersungguh-sungguh dalam mengejar cita-cita agar dapat menjadi seperti dirinya.

“Saat ini banyak yang pilih ke kota. Ke sekolah favorit. Sebenarnya sekolah di manapun tergantung pribadi masing-masing,” ujar Sunarto.

Tidak sedikit siswa di sekolah favorit tidak berhasil. Banyak juga yang favorit berhasil juga. Tidak sedikit sekolah biasa tidak terkenal tapi berhasil.

Sebenarnya, kata dia, ukuran keberhasilan tidak hanya jabatan, pangkat, kaya atau tidak. Tapi bisa memberikan pendidikan kepada semu.

"Kedatangan kami di sekolah masa kecil kami dulu ini,  untuk memotivasi para siswa yang menuntut ilmu disini," ujar lulusan SDN Sragi ini. 

Politisi partai Nasdem ini juga mengungkapkan, sebelum seperti sekarang ini, dahulu banyak pengorbanan yang ia lakukan untuk meraih cita-cita, terlebih dengan kondisi sekolah yang berada di pinggiran kota, tak hanya jalan yang rusak dengan kondisi sekolah yang alakadarnya. Untuk berangkat ia harus berjalan kaki kurang lebih 1 kilometer.

Dulu tidak sebagus saat ini, jalan disini masih rusak, apa lagi sekolah ini dulu Inpres, listrik aja baru masuk disini tahun 1994.

Dia jika ke sekolah sharus berjalan kaki kurang lebih 1 kilometer. Dia juga harus melintasi sungai. Jika airnya sedang tinggi, Sunarto juga menyeberangi sungai yang tingginya selutut.

Sunarto berharap, kendati berada di pinggiran kota dengan fasilitas sekolah yang kurang lengkap dengan sekolah kota, namun para siswa diminta tidak putus asa dalam mengejar cita-cita. Buktinya, walau bersekolah di SD Sragi ini namun ia dan teman-temanya berhasil menjadi seorang anggota dewan.

"Jadi kami berharap para murid tidak minder, dimana pun sekolahnya asal bersungguh-sungguh dalam belajar, Insya Alloh akan terwujud cita-citanya," himbaunya.