Kenaikan BBM Bisa Dongkrak Angka Kemiskinan, Ekonom: APBN Masih Sanggup Biayai Subsidi

Ilustrasi / net
Ilustrasi / net

Angka kemiskinan akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, yakni Pertalite dan Solar, berpotensi semakin melonjak.


Menurut Peneliti Center of Reform on Economics (Core), Yusuf Rendy Manilet, mayoritas masyarakat Indonesia kini masih memakai BBM bersubsidi. Sehingga pemerintah mesti mempertimbangkan matang-matang rencana kenaikan tersebut.

"Menaikkan harga BBM Pertalite saya khawatirkan akan mendorong inflasi ke level lebih tinggi dan tentu kenaikan inflasi ini bisa bermuara terhadap banyak hal," ujar Rendy saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Senin (29/8).

"Termasuk di dalamnya kemungkinan tergerusnya daya beli masyarakat dan potensi meningkatnya garis kemiskinan yang pada muaranya bisa mendorong bertambahnya atau meningkatnya tingkat kemiskinan," sambungnya.

Rendy menambahkan, kemungkinan bertambahnya angka kemiskinan ketika Pertalite dinaikkan, akan terlihat pada pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) terkait angka kemiskinan pada September nanti.

Kendati begitu, Rendy melihat angka kemiskinan yang berpotensi melonjak itu bisa diantisipasi pemerintah dengan cara menunda kenaikan harga Pertalite.

Selain itu, lanjut Rendy, tidak benar jika Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kekinian mengalami beban yang cukup berat untuk menanggung subsidi BBM.

"Kita melihat ruang APBN untuk menanggung biaya subsidi dan kompensasi kenaikan harga minyak global relatif masih mumpuni karena secara target defisit anggaran," tuturnya.

Berdasarkan catatannya, target defisit APBN pada tahun ini masih berada di atas 3 persen, atau sebesar 3,92 persen dari Produk Domesti Bruto (PDB) atau sebesar Rp 732,2 triliun.

"Proyeksi kenaikan subsidi BBM dan kompensasinya itu relatif masih berada pada kisaran target defisit anggaran di sepanjang Tahun 2022," imbuhnya menegaskan.

Atas dasar itu, Rendy memandang seharusnya pemerintah mempertimbangkan ulang rencana untuk menaikkan harga Pertalite, terutama pada tahun ini.

"Saya pikir momentum untuk menunda sementara juga bisa digunakan pemerintah untuk memastikan kembali data calon penerima bantuan subsidi BBM di tahun depan agar lebih tepat sasaran," terangnya.

"Sehingga ketika pemerintah mulai akan menaikkan BBM maka orang-orang yang berhak menerima subsidi itu adalah orang-orang yang memang berada di data yang dikumpulkan oleh pemerintah," demikian Rendy.