Dampak Kenaikan BBM Subsidi, Ekonom Yakin Keuangan Indonesia Masih Solid

Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal/Net
Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal/Net

Kondisi ekonomi nasional diklaim solid untuk menghadapi dampak kenaikan harga BBM Pertamina yang telah ditetapkan pemerintah.


Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal mengatakan, perekonomian dalam negeri masih solid merujuk pada deflasi nasional yang diumumkan BPS minus 0,21 persen pada kuartal II 2022.

"Ini deflasi terbesar setelah 2019. Artinya tekanan inflasi sudah mulai reda. Secara tahunan juga inflasi pada Agustus lalu sebesar 4,69 persen, (dibanding) bulan Juli yang hanya 4,9 persen," kata Fithra kepada wartawan, Senin (5/9).

Melihat kecenderungan tersebut, Fithra memberi saran agar pemerintah memanfaatkan momentum untuk mengurangi beban subsidi bahan bakar minyak yang telah mengganggu stabilitas fiskal APBN.

 Pada Agustus 2022 lalu, manufacturing purchasing managers index (PMI) Indonesia tercatat berada pada angka 51,7 atau naik 0,4 dibandingkan bulan sebelumnya 51,3.

 Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) mengusulkan, tiga langkah yang dapat diambil pemerintah memanfaatkan momentum tersebut.

Pertama, penyesuaian harga BBM bersubsidi. Kemudian penyediaan bantalan pengamanan sosial bagi masyarakat, dan ketiga reformasi energi.

Formulasi itu merupakan hasil kajian cepat AAKI untuk mempelajari urgensi dan dampak kebijakan penyesuaian subsidi BBM terhadap berbagai aspek.

AAKI menilai, pengurangan besaran subsidi BBM, terutama Pertalite, Pertamax, dan Solar dapat memenuhi prinsip-prinsip keadilan, persamaan kesempatan, dan inovasi.

 "Prinsip keadilan yang dimaksud adanya pengalihan subsidi dan kompensasi BBM ke sektor lain yang lebih produktif dan berpihak ke rakyat paling membutuhkan, terutama sektor kesehatan dan pendidikan," kata Ketua Umum AAKI, Totok Hari Wibowo.