Agar Tidak Merugi, Lukas Enembe Harus Gentlemen Hadapi Kasusnya di KPK

Lukas Enembe/net
Lukas Enembe/net

Sebagai seorang pejabat, Gubernur Papua Lukas Enembe (LE) harus gentleman membuktikan segala apa yang disangkakan kepadanya dengan kooperatif hadir memenuhi panggilan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam menilai, Gubernur Lukas harus memenuhi panggilan tim penyidik dengan hadir ke Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Senin (26/9). Dengan begitu, Lukas akan dinilai kooperatif da tidak merugikan diri sendiri.

"Sejarah mencatat bagi pihak-pihak yang tidak kooperatif tentunya selain akan dikenakan pasal berlapis, juga akan dikenakan tuntutan yang maksimal bagi pelaku tindak pidana korupsi," ujar Saiful kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (25/9).

Saiful menilai, jika Gubernur Lukas tidak kooperatif, justru akan mempersempit pembelaan yang semestinya dilakukan. Apalagi, jika tidak hadir setelah dipanggil secara patut, maka akan merusak tatanan hukum yang ada.

"Mestinya bagi seorang pejabat dapat gentlement membuktikan segala apa disangkakan kepadanya, kalau tidak terbukti maka saya kira terbuka peluang untuk melakukan pembelaan di pengadilan. Semakin yang bersangkutan tidak kooperatif, maka akan semakin merugikan yang bersangkutan sebagai pejabat publik," pungkas Saiful.

Gubernur Lukas sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi oleh KPK dan telah dicegah ke luar negeri selama enam bulan ke depan. Bukan hanya gratifikasi Rp 1 miliar, KPK sudah memegang 12 hasil analisa yang dikeluarkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

PPATK telah melakukan analisa transaksi keuangan Gubernur Lukas sejak 2017 lalu yang menghasilkan 12 hasil analisa yang diserahkan ke KPK.

Hasil analisis itu, di antaranya berbentuk setoran tunai Gubernur Lukas di judi kasino senilai Rp 560 miliar, termasuk adanya aktivitas perjudian di dua negara yang berbeda.

KPK juga telah melakukan pemblokiran terhadap 11 penyedia jasa keuangan seperti asuransi, bank dan lain-lain senilai Rp 71 miliar lebih.