Biaya KCJB Bengkak, PT KAI Minta PMN Rp 3,2 Triliun 

Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net

PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai sponsor pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) membutuhkan dana tambahan dari Penyertaan Modal Negara (PNM) untuk menopang pelaksanaan pembangunan proyek sebesar Rp 3,2 triliun.


Hal itu diungkapkan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia Didiek Hartantyo dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, di Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/11).

Didiek berharap dana tersebut segera cair dari pemerintah di bulan Desember ini untuk membayar cost overrun atau pembengkakkan dana dalam proyek kereta cepat yang ditargetkan rampung pada pertengahan tahun depan.

“Kami menyampaikan permohonan dukungan, persetujuan PMN kepada PT KAI sebesar Rp 3,2 triliun untuk memenuhi porsi 25 persen ekuitas pihak Indonesia, atas cost overrun proyek KCJB,” kata Didiek dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencatat pembengkakan proyek KCJB sebesar 1,449 miliar dolar AS atau sekitar Rp 21 triliun. Perhitungan tersebut berdasarkan data per 15 September 2022.

Pembengkakkan biaya ini harus dibayar oleh Konsorsium Indonesia dan Konsorsium China dengan porsi 25 persen dengan rincian konsorsium Indonesia sebesar Rp 3,2 triliun, sementara konsorsium China sebesar Rp 2,1 triliun.

Pemerintah Indonesia juga harus membayar pembengkakan biaya sebesar Rp 16,3 triliun atau 75 persen dari hasil total biaya pembangunan yang berasal dari dana pinjaman di China Development Bank (CDB).

Adapun target operasi KCJB adalah pada Juni 2023. Progres fisiknya sudah mencapai 79,51 persen sementara progres investasi mencapai 90,6 persen.

Stasiun Halim pengerjaannya sudah mencapai 69,44 persen. Stasiun Karawang 65,99 persen, Stasiun Padalarang baru 9,75 persen, Stasiun Tegalluar 81,77 persen dan Depo Tegalluar 52,65 persen.