Jelajahi Kuliner Jatim Dari Soto Tapak Siring hingga Bebek Sinjay, Hasto: Luar Biasa Lezatnya

Hasto Kristiyanto saat menikmati kuliner Jatim
Hasto Kristiyanto saat menikmati kuliner Jatim

Di sela berbagai aktivitas politik dan konferensi bersama puluhan akademisi berbagai negara di Surabaya, Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyempatkan diri untuk berkuliner menikmati kekayaan rasa makanan khas Jawa Timur.


Salah satunya bebek sinjay khas Madura, yang dikunjungi Hasto pada Jumat siang (11/11).

Hasto menjajal langsung kuliner bebek sinjay di daerah asalnya, yaitu Bangkalan, Madura; sekira 45 menit perjalanan dari Surabaya.

Hasto memesan sepotong bebek sinjay, lengkap dengan sambal mangga muda alias “sambal pencit” yang menggoda lidah.

Secentong nasi hangat menemani sajian bebek legendaris tersebut. Daun kemangi, tumbuhan aromatik yang menguarkan aroma wangi, menjadi sayur pendamping. Tak lupa, Hasto melengkapi sajian makan siangnya dengan mentimun yang memiliki kandungan air sangat tinggi dan dikenal mengandung anti oksidan.

“Luar biasa lezatnya. Kalau dalam bahasa Madura, nyaman ongguh. Bumbunya meresap ke daging, jadi di setiap gigitan memiliki cita rasa yang optimal,” ujar Hasto.

Hasto memuji olahan daging bebek khas Madura yang empuk. Saat digigit, cerita Hasto, daging bebeknya sama sekali tidak alot.

“Tambah pas minumnya es kelapa muda yang airnya sangat menyegarkan,” ujar doktor alumnus Universitas Pertahanan tersebut.

Dalam kesempatan itu, Hasto juga berbincang dengan Haji Ghofur, pemilik bebek sinjay. “Luar biasa, bagaimana kisahnya ini?” tanya Hasto.

Ghofur pun bercerita tentang kisah bebek sinjay Madura hingga tersohor seperti sekarang ini.

Sehari sebelum menjajal bebek sinjay, Hasto juga menikmati soto khas Madura “Tapak Siring” di kawasan Dharmahusada, Surabaya. Di depot legendaris ini, pembeli bisa memilih soto dengan daging, babat, dan usus. Tentu saja juga bisa dicampur.

“Kuahnya gurih. Memang rasanya berbeda dengan soto yang pernah saya coba sebelumnya. Ini enak sekali,” ujar Hasto.

“Dagingnya empuk dan lembut. Terasa sekali,” imbuhnya. 

Yang spesial, kata Hasto, di soto Tapak Siring, nasi disajikan dengan bungkus daun pisang, sehingga aromanya pun lebih nikmat.

Sajian taburan bawang goreng dan seledri semakin membangkitkan selera ketika menikmati soto legendaris tersebut. “Tambah segar ini kita beri perasan jeruk nipis,” ujar Hasto.

Hasto melengkapi sajian sotonya dengan satu buah telur ayam rebus. “Untuk sementara saya libur jeroan dulu,” canda Hasto.

Hasto mengajak semuanya untuk bangga kepada kekayaan kuliner Nusantara. Bumbu-bumbunya khas, sangat unik sesuai karakter daerah.

“Bahkan meski berasal dari satu jenis masakan, antar daerah itu beda cara masak dan penyajiannya. Rasanya pun bisa beda di tiap daerah, meski itu satu jenis masakan yang sama,” ujarnya.

Dengan kesadaran kekayaan kuliner itulah, lanjut Hasto, Bung Karno menginstruksikan adanya dokumentasi resep makanan Nusantara dalam buku “Mustika Rasa”. Buku setebal lebih dari 1.000 halaman itu berisi resep makanan Nusantara dari berbagai penjuru Tanah Air, terbit pada 1967.

”Bung Karno sejak dulu sudah memiliki kesadaran sejarah dan kesadaran budaya bahwa kekayaan rempah Indonesia bisa menghasilkan kekayaan kuliner yang sangat beragam, di mana sektor kuliner ini kemudian sangat dahsyat menggerakkan ekonomi lokal, menumbuhkan sentra ekonomi lewat warung, depot, rumah makan, restoran, kafe, warung kopi, lapo, dan sebagainya,” ujarnya.