Usut Dugaan Korupsi di BPR Artha Kanjuruhan, Kejaksaan Sudah Periksa Jajaran Direksi

Kantor Kejari Kepanjen Kabupaten Malang/RMOLJatim
Kantor Kejari Kepanjen Kabupaten Malang/RMOLJatim

Proses penyelidikan kasus dugaan korupsi di PT. BPR Artha Kanjuruhan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kepanjen Kabupaten Malang, masih terus berjalan.


Kasus yang membelit BUMD Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang ini terkait dana bergulir dari Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) senilai Rp 5 miliar tahun anggaran 2020.

Kepala Kejari Kepanjen, Diah Yuliastuti, mengatakan, kasus dugaan korupsi tersebut masih berjalan dan masih dalam penyelidikan Bidang Pidana Khusus (Pidsus).

Ketika ditanya sejauh mana perkembangan proses penyelidikan berlangsung, Diah meminta lebih lanjut untuk mengkonfirmasi kepada Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus).

"Terkait hal tersebut, nanti konfirmasi dengan Pak Kasi Pidsus. Sesuai laporan yang saya terima, dugaan kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan Pidsus," ujar Diah Yuliastuti pada Jumat (11/11) malam.

Sementara itu, Kasi Pidsus, Agus Hariyono mengungkapkan, bahwa terkait dugaan korupsi itu masih dilakukan tahap penyelidikan.

"Tahapan masih berjalan. Kami masih melakukan penyelidikan. Saya tidak bisa secara vulgar menyampaikan ini. Yang saya jelaskan berkaitan tahapannya saja," tandasnya.

Ditanya mengenai adanya target proses penyelidikan hingga naik ke penyidikan, pihaknya menyampaikan semua butuh proses.

"Pendalaman itu terus dilakukan, untuk mengetahui apakah ada peristiwa pidana yang merugikan negara atau tidak. Itu poin penting," terangnya.

Namun ia juga menjelaskan, bahwa bagian Pidsus menerima pelimpahan berkas dari Bidang Intel Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang, telah menganggap peristiwa pidananya sudah ada.

"Jadi teman-teman dari Bidang Intel mencari ada atau tidak peristiwanya. Nah setelah dianggap ada peristiwa pidananya, untuk pendalamannya diserahkan kepada kita," papar Agus.

Dia menuturkan, hingga saat ini sudah ada 10 orang yang diperiksa, termasuk jajaran direksi di dalam kasus dugaan korupsi yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas pemeriksaan tahun anggaran 2020 yang dikeluarkan melalui LHP BPK di tahun 2021 tersebut.

"Mengenai proses penyelidikan, itu sampai sekarang ada sekitar 10 orang yang sudah diperiksa. Siapa-siapa saja, yang pasti itu di tingkat direksi. Jadi, pastinya direktur yang berkompeten dan beberapa nasabah tentang penyaluran kredit," bebernya.

Disinggung hasil penyelidikan kasus tersebut hingga saat ini seperti apa? Agus enggan berkomentar banyak. Padahal kasus dugaan korupsi itu sudah berjalan kurang lebih dua bulan, setelah pelimpahan dari bidang intel pada bulan Agustus 2022 lalu.

"Jadi gini, temuan BPK itu ada. BPK temuannya, itu bukan mutlak itu saja. Kemudian ada rekomendasi, itu dilaksanakan sudah apa belum. Ada waktu enam puluh hari untuk melaksanakan rekomendasi BPK itu. Manakala rekomendasi itu sudah dilakukan apa masih dianggap kerugian kan belum tentu. Nah inilah yang sedang kita uji dan kita dalami. Harus kita lihat dulu. Jadi LHP-BPK itu harus dibaca secara tuntas. Tidak boleh hanya sebagian saja," tegasnya.

"Kalau tanya hasil pemeriksaan itu sama saja tanya kesimpulan. Kita tidak bisa berandai-anda, kita coba sedang dalami apa yang menjadi temuan BPK. Mengenai hasil kesimpulannya tak sampaikan pimpinan mas," imbuhnya.

Sementara itu, mengacu pada LHP- BPK RI,  terhadap temuan di BPR Artha Kanjuruhan (BPR AK) mengenai penyaluran dana bergulir dari LPDB-KUMKM dilakukan pada tanggal 20 Maret 2020 dengan plafond sebesar Rp5.000.000.000,00. Lalu ditemukan penggunaan Pinjaman oleh End User (nasabah) untuk refinancing (pelunasan pinjaman sebelumnya) dengan jangka waktu pinjaman 36 bulan.

Yang mana, Pencairan atas dana bergulir tersebut dilakukan dalam dua tahap sesuai dengan SP3 Nomor 076/SP3/LPDB/2019 tanggal 9 September 2019.  Diantaranya, Pencairan tahap pertama telah dilakukan pada tanggal 22 Oktober 2019 sebesar Rp2.500.000.000 dan sudah disalurkan seluruhnya kepada 63 end user.

Kemudian pencairan tahap kedua, dilakukan pada 20 Maret 2020 sebesar Rp2.500.000.000 dan sudah disalurkan seluruhnya kepada 65 end user.

Hasil pemeriksaan atas dokumen penyaluran pinjaman oleh BPR AK dan wawancara dengan end user secara uji petik di provinsi Jawa Timur yang dituangkan dalam Berita Acara Nomor 03/BAPF/LK.KUKM/02/2021 tanggal 18 Februari 2021, diketahui terdapat penyaluran pinjaman ke end user yang digunakan untuk refinancing sebesar Rp533.401.400.

Dalam LHP BPK RI tersebut juga dijelaskan, refinancing merupakan pemberian pinjaman oleh Mitra kepada end user yang mengajukan pinjaman senilai sisa pokok yang telah jatuh tempo atas pinjaman sebelumnya, yang akan digunakan untuk melunasi sisa pokok pinjaman tersebut. 

Selain itu, juga terdapat penggunaan pinjaman oleh Mitra dan atau 18 End User untuk Reimbursement (dana pengganti) yang dilakukan oleh BPR AK sejumlah Rp 830.000.000.

Berdasarkan Peraturan Direksi LPDB-KUMKM Nomor 09 Tahun 2020 dan Surat Pemberitahuan Persetujuan Prinsip (SP3), telah diatur bahwa pencairan pinjaman atau pembiayaan tidak boleh digunakan untuk reimbursement.

Sehingga, BPK menyebut di dalam SP3 PT BPR Artha Kanjuruhan Pemkab Malang Nomor 076/SP3/LPDB/2019 tanggal 9 September 2019 angka 16 huruf a yang menyatakan bahwa pencairan dana bergulir tidak boleh digunakan untuk reimbursement atau refinancing atas dana PT BPR Artha Kanjuruhan Pemkab Malang yang sudah dikeluarkan.