Demi Keadilan, Kuasa Hukum Korban Pemalsuan Surat Minta Pasutri Notaris di Surabaya Dihukum Berat

Terdakwa Feni Talim dan terdakwa Edhi Susanto saat sidang di PN Surabaya/RMOLJatim
Terdakwa Feni Talim dan terdakwa Edhi Susanto saat sidang di PN Surabaya/RMOLJatim

Kasus pemalsuan surat kuasa atas Sertifikat tiga bidang tanah oleh dua notaris terkemuka di Surabaya Edhy Susanto dan istrinya Feni Talim dalam beberapa hari kedepan akan menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Surabaya.


Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jatim Hari Basuki telah menjatuhkan tuntutan 2 tahun penjara. Edhi dinilai terbukti melanggar Pasal 263 ayat (1) KUHP, sedangkan istrinya yang  juga berprofesi sebagai notaris ini dinilai terbukti melanggar Pasal 263 ayat (2) KUHP. Keduanya dianggap telah merugikan Hardi Kartoyo dan istrinya, Itawati Sidharta. 

Ma'ruf Syah Kuasa hukum korban atas perkara pemalsuan surat kuasa itu berharap, agar majelis hakim yang manangani perkara dapat menghukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku kepada terdakwa Edhy Susanto dan Feni Talim demi tercapainya rasa keadilan bagi korbannya. 

"Kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya, tunjukkan rasa keadilan masih berpihak kepada klien kami yang menjadi korban, dengan menghukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku serta menghukum setimpal dengan perbuatannya dan segera memasukkan dalam tahanan untuk terdakwa Edhy Susanto serta istrinya Feni Talim," ujar Ma'ruf yang juga menjabat wakil ketua PWNU Jatim ini kepada Kantor Berita RMOLJatim, Selasa (15/11).

Ma'ruf menambahkan, dalam vonis nantinya, tiga bukti berupa tiga Serifikat Hak Milik dapat dikembalikan ke kliennya selaku pemilik sah. 

"Demi kepastian hukum terhadap klien saya, dalam vonis nantinya tiga bukti Sertifikat Hak Milik secepatnya dikembalikan ke pada klien kami yang menjadi korban," tandasnya.

Terpisah, Ronald Talaway selaku penasehat hukum Notaris Edhy Susanto dan istrinya Feni Talim justru optimis majelis hakim akan menjatuhkan vonis bebas. Hal itu dikarenakan Jaksa dianggap tidak mampu membuktikan kerugian konkret yang dialami korban.

"Dalam fakta persidangan JPU tidak mampu membuktikan kerugian konkret yang dialami korban," ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa sore (15/11).

Diketahui, perkara ini berawal saat Hardi Kartoyo berniat menjual tiga bidang tanah dan bangunan kepada Tiono Satria Dharmawan pada 2017. Ketiga SHM atas nama Itawati Sidharta yang berlokasi di Kelurahan Rangkah, Kecamatan Tambaksari, Surabaya tersebut sesuai kesepakatan dijual dengan harga Rp 16 miliar.

Sesuai rencana, pembelian tanah tersebut akan dibiayai oleh Bank Jtrust Kertajaya. Atas kesepakatan tersebut, notaris Edhi Susanto kemudian ditunjuk untuk memfasilitasi proses jual-beli tersebut. Kemudian untuk realisasi pembiayaan tersebut diperlukan pembaharuan blanko SHM atas tanah yang dibeli.

Untuk memproses jual-beli antara Hardi Kartoyo dan Tiono Satrio, diperlukan sejumlah perubahan dalam perjanjian, diantaranya perubahan sampul sertifikat yang lama (gambar bola dunia) menjadi gambar Garuda. Untuk merubah tersebut perlu tanda tangan penjual yakni Hardi Kartoyo.

Edhi Susanto dan istrinya Feni Talim diduga menggunakan surat kuasa palsu yang seolah-olah dibuat oleh Itawati. Di dalam surat kuasa palsu itu, Itawati seolah-olah memberikan surat kuasa kepada kedua terdakwa untuk mengurus pengecekan sertifikat tanah di Kantor Pertanahan Surabaya II. 

Kerugian akibat surat kuasa palsu itu, membuat luas bidang tanah di sertifikat korban menyusut, terlebih lagi dua terdakwa justru menolak menyerahkan sertifikat saat diminta oleh pemiliknya Hardi Kartoyo dan Itawati Sidharta.