Rekomendasi Simposium Ekonom Muhammadiyah: Perkuat Pertanian dan Lindungi yang Lemah

foto/net
foto/net

Simposium ekonom Muhammadiyah yang digelar jelang pembukaan Muktamar ke-48 di Solo, Jawa Tengah, Jumat kemarin (18/11), menghasilkan sejumlah rekomendasi untuk persyarikatan dan pemerintah khusus dalam bidang perekonomian.


Demikian keterangan tertulis yang dibagikan Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (AFEB) Perguruan Tinggi Muhammadiyah/Aisyiyah (PTMA) yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (19/11).

Permasalahan utama yang disorot dalam simposium ekonom Muhamadiyah kemarin terletak pada sektor yang terbilang pokok dan pada kelompok masyarakat yang belum sejahtera.

Yang menjadi bahan pertimbangan para ekonom Muhammadiyah memiliki konsen terhadap satu isu sektor ekonomi dan satu kelompok dalam rekomendasinya karena melihat kondisi ekonomi global yang resesi, dan potensi berimbas ke Indonesia pula.

"Menghadapi potensi resesi ekonomi yang di depan mata, pemerintah Indonesia perlu melakukan penguatan ekonomi pada sektor pertanian yang bersentuhan dengan kehidupan rakyat," tulis keterangan tersebut.

Namun, para ekonom Muhammadiyah yang tergabung dalam AFEB PTMA melihat adanya problema struktural dalam perekonomian Indonesia. Yaitu ketimpangan penguasaan asset dan pendapatan lebih disebabkan karena ketimpangan aksesibilitas ke sumberdaya ekonomi.

"Sumberdaya ekonomi selalu memusat pada segelintir orang, terutama yang masuk dalam lingkaran oligarki ekonomi dan politik," tutur AFEB PTMA.

Persoalan struktural itu, menurut AFEB PTMA, membuat masyarakat semakin terpinggirkan secara ekonomi, sehingga berkontribusi pada peningkatan kesenjangan.

Dalam pandangan para ekonom Muhammadiyah, oligarki politik meniscayakan pemusatan penguasaan sumberdaya politik, sehingga mereka yang menentukan hitam-putih wajah kekuasaan negara.

Permasalahannya, jika oligarki ekonomi berkolaborasi dengan oligarki politik yang dipicu pengawetan relasi saling membutuhkan antara penguasa politik dan penguasa ekonomi, maka distribusi dan pemerataan ekonomi jangan diharapkan untuk bisa berjalan tegak lurus.

"Untuk mengatasi masalah ini pemusatan ekonomi dan pemusatan kekuasaan politik harus didekonstruksi demi tegaknya keadilan sosial," saran AFEB PTMA.

"Dekonstruksi pemusatan ekonomi dilakukan affirmative action berupa perlindungan pada yang lemah," sambungnya menambahkan.