Dewan Desak Kejari Kabupaten Malang Tuntaskan Kasus Dugaan Korupsi di BPR Artha Kanjuruhan

foto/RMOLJatim
foto/RMOLJatim

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Malang mendukung sekaligus mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Malang, untuk segera menuntaskan kasus dugaan korupsi di BPR Artha Kanjuruhan yang merupakan milik badan usaha milik daerah (BUMD) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang, perihal dana bergulir dari Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) senilai Rp 5 miliar tahun anggaran 2020.


Desakan itu dilakukan agar kasus dugaan korupsi itu supaya jelas dan tidak terkesan jalan di tempat. Seperti yang dikatakan oleh Zia Ulhaq anggota DPRD Kabupaten Malang dari Fraksi Gerinda.

"Kasus itu harus dituntaskan, gelar perkara. Kalau tidak ditemukan alat bukti yang cukup, aparat penegak hukum (Kejari Kabupaten Malang) segera mengatakan tidak cukup dan bisa selesai. Berarti tidak dilanjutkan. Namun, apabila memenuhi unsur, tinggal dilimpahkan saja, berkas P-21 segera dibawah ke Pengadilan disidangkan," ujarnya Selasa (22/11) di Gedung DPRD Kabupaten Malang.

Ia juga menyampaikan, bahwa Kejaksaan dalam mengungkap kasus tersebut harus terang benerang.

"Agar kasus ini menjadi terang benerang ekspos ke media. Beri informasi ke publik seluas-luasnya, apakah ini cukup bukti dan berlanjut. Kalau tidak cukup bukti ya diberhentikan. Harapanya segera berproses terus," tandas Zia yang merupakan anggota Banggar dan Komisi III di DPRD Kabupaten Malang.

"Intinya, Kita mendukung pemeriksaan terhadap BPR Arta Kanjuruhan segera dituntaskan. Karena BPR Artha Kanjuruhan sebelumnya sehat, trus tidak sehat. Mengapa tidak sehat? Apakah ada permainan yang dilakukan person to person (orang ke orang) di Artha Kanjuruhan atau apakah ada yg tidak beres? Yang bisa mengorek-ngorek itu kan APH mas. Mekanismenya pengungkapan kasus bagaimana. Menurut kami, APH sudah bener ini. Kalau bisa nasabah dipanggil, pemberi kredit iti dipanggil, nanti pasti ketemu," tambahnya.

Disinggung pada LHP- BPK RI tahun 2021,  terhadap temuan di BPR Artha Kanjuruhan (BPR AK) atas pemeriksaan anggaran tahun 2020 mengenai penyaluran dana bergulir tersebut, ditemukan penggunaan Pinjaman oleh End User (nasabah) untuk refinancing (pelunasan pinjaman sebelumnya) dengan jangka waktu pinjaman 36 bulan.

Selain itu, juga terdapat penggunaan pinjaman oleh Mitra dan atau 18 End User untuk Reimbursement (dana pengganti) yang dilakukan oleh BPR AK sejumlah Rp 830.000.000,00. Dia mengatakan unsurnya sudah ada.

"Kalau memang tidak sesuai peruntukkan itu menyalahi. Unsur sudah ada. Makanya begini, sama halnya penanganan kasus di kepolisian segera gelar perkara untuk melihat hasil yang sudah ada. Kalau ini (perkara  dugaan korupsi) digantung kasihan," tegasnya.

Bahkan, Zia yang merupakan mantan Koordinator Badan Pekerja MCW (Malang Corruption Watch) itu menyamakan kasus dugaan korupsi di BPR Artha Kanjuruhan bisa saja seperti yang terjadi di Bank Jatim.

"Ini bisa saja tak jauh beda dengan kasus di bank jatim, direkayasa seolah-olah masyarakat yang mengajukan permohonan KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan sebagainya," tuturnya.

Padahal, lanjut Zia, di tahun 2022 ini BPR Artha kanjuruhan mengajukan penyertaan modal agar dinaikkan. Sementara praktik di lapangan terjadi seperti itu.

"Kita turut prihatin. Dengan adanya persoalan ini, maka BPR Artha Kanjuruhan harus bersih-bersih. Manajemen harus dirombak, personnya SDM (Sumber Daya Manusia) nya harus benar-benar clear and clean. Sehingga tidak menjadi BUMD seperti mobil mogok. Kita hanya isi bensin, tapi tidak bisa berjalan," jelasnya.

"Ini menjadi catatan kita. Pernyertaan modal melalui APBD kita naikkan. Sekarang kita naikan berlipat-lipat melalui Perda (Peraturan Daerah). Tujuannya seperti Bank BRI ke Desa -Desa, dan mereka (BPR Artha Kanjuruhan) bisa berdiri mandiri ke pasar-pasar untuk memberikan modal terhadap PKL, UMKM, pedagang dan sebagainya. Apalagi di tahun 2023 APBD menggelontorkan bunga KUR untuk pelaku UMKM itu. Sedangkan, belajar dari Jombang, BPR-nya bisa menyumbang signifikan ke APBD. Harapannya kita menaikkan anggaranya itu, agar sehat," imbuhnya.

Lalu sejauh apa yang diketahui DPRD mengenai BPR Artha Kanjuruhan dalam beberapa tahun ini? Zia mengungkapkan, banyak nasabah tidak mbayar setelah pandemi, dengan artinya macet.

"Nah macet itu tidak ada uang yang berputar. Sehat dan tidaknya suatu BUMD, itu ada cash flow. Dan ini tidak ada pemasukan signifikan. Kalau bersentuhan dengan APBD ketika rapat Banggar kita bisa mempertanyakan. Dalam satuhan belanja apa saja, pendapatan seprerti apa. Besar pasak dari pada tiang apa gimana? Ketika BUMD kita selalu suport dan tidak banyak memberikan kontribusi pendapatan, ya tidak salah dievaluasi," terangnya.

Bahkan ia turut berkomentar, mengenai penonaktifan dua Direktur dari BPR Artha Kanjuruhan oleh Bupati Malang dalam dugaan kasus korupsi yang berjalan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Malang tersebut.

"Kalau menurut kami, asas praduga tak bersalah harus dilakukan. Dia baru dilaporkan dipanggil, dilidik, disidik dan sebagainya. Ketika para APH sudah menyatakan alat bukti dan keterangannya sudah cukup dan ditetapkan tersangka, tidak masalah. Kalau semacam itu, nanti penggantinya yang tidak mau. Dasarnya menjadi tersangka, baru bisa menonaktifkan. Kalau belum ditetapkan tersangka, biarkan proses bairkan berjalan dulu," pungkasnya

Sekdar informasi, bahwa kasus dugaan korupsi yang ditangani Kejaksaan masuk di Seksi Tindak Pidana Khusus (Bidang Pidsus) itu sudah berjalan kurang lebih dua bulan, setelah pelimpahan dari Bidang Intel pada bulan Agustus 2022 lalu.