DLH Jombang Target Pengurangan Sampah Melalui TPS3R, Pegiat Lingkungan Minta Peran Kelompok Masyarakat Dilibatkan

Poto - salah satu tumpukan sampah di jalan raya antar penghubung desa di wilayah Jombang
Poto - salah satu tumpukan sampah di jalan raya antar penghubung desa di wilayah Jombang

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) memiliki target khusus terhadap pengurangan sampah 


Keseriusan ini dilakukan dengan menggandeng berbagai pihak termasuk relawan sosial.

Langkah pengurangan sampah oleh DLH Pemkab Jombang pada tahun 2022 sudah mencapai angka 13 persen. Pemkab Jombang mempunyai target sampai di tahun 2023 pengurangan sampah 14 persen.

Kepala DLH Jombang, Miftahul Ulum mengakui terkait masalah sampah karena cakupan Kabupaten masih belum sepenuhnya tertangani. 

"Maka, kami menggandeng masyarakat setempat untuk mengelolanya, dan selanjutnya akan di angkut oleh kendaraan pengangkut sampah," ujarnya dikutip Kantor Berita RMOLJatim.

Jika di perkotaan, lanjutnya, target pengurangan sampah sudah mencapai hampir 100 persen. 

"Sedangkan kecamatan atau desa yang belum tertangani kita melalui Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) itu kita bangun. Masyarakat yang mengelola, sampahnya kita yang ambil," kata Ulum.

Secara khusus, kata dia, DLH sudah melakukan upaya pengurangan sampah plastik. Menjelang akhir tahun 2022, sudah mencapai pengurangan sampah sebesar 13 persen. Suksesi ini melalui tindakan bersama pengurangan dan pengelolaan sampah, termasuk mengaktifkan relawan sosial.

"Ke depan, InsyaAllah naik 14 sampai 15 persen pengurangan sampah," terangnya. 

Dia menegaskan, usaha pengurangan sampah plastik tidak bisa dilakukan sendiri akan tetapi butuh kerjasama berbagai pihak. Tentunya, kerjasama pelaku usaha dan masyarakat, maupun pegiat lingkungan.

Terpisah, pegiat lingkungan kabupaten Jombang, Palupi Pusporini meminta pengelolaan sampah ini dilakukan secara sinergis, yakni DLH melakukan pendampingan dalam pengelolaan manajemen Tempat Pengelolaan Sampah (TPS). 

"Pendampingan pengelola TPS, manajerialnya harus ada kelompok dibentuk, Kelompok Swakelola Masyarakat (KSM)," ujar Palupi.

Menurut aktivis Sanggar Hijau Indonesia (SHI) itu, saat ini DLH maupun pihak desa belum optimal menyiasati operasional TPS, semisal ada armada pengangkutan kontainer, maupun petugas pengangkutan. Belum ada perencanaan matang termasuk retribusi sampah tiap warga, tiap rumah yang harus disepakati. 

"Gak mungkin tidak narik biaya, harus berbiaya operasionalnya," tandasnya.

Dia menambahkan, keberadaan TPS, belum semua desa memiliki. Keberadaan TPS merupakan usulan dari desa ke Kecamatan dan diteruskan ke Kabupaten. Memang, jika diusulkan desa harus menyediakan lahan untuk pembangunan TPS. Tinggal melihat komitmen desa mengenai pengelolaan sampah. 

"Bagaimana komitmen kepala desa terkait persoalan sampah," pungkasnya.